Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diuji kenegarawanan dan konsistensinya dalam melaksanakan konstitusi. Hal ini terkait adanya permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, MK diharapkan kembali menyatakan aturan itu sebagai open legal policy (kebijakan hukum terbuka). Artinya ketentuan ini menjadi wilayah DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang dan bukan ranah MK.
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, terkait syarat usia pimpinan negara, yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai open legal policy, harusnya kembali ditunjukkan oleh MK sebagai keputusan MK, untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak manapun juga," ujarnya, Kamis, 3 Agustus 2023.
Hidayat mengingatkan berdasarkan UUD NRI 1945 MK merupakan lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang keanggotaannya dipersyaratkan harus adanya sikap kenegarawanan (Pasal 24C UUD NRI 1945). Sedangkan pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 secara tegas menyebutkan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
"Prinsip kenegarawanan dan keadilan tersebut harusnya selalu ditegakkan oleh semua hakim MK terhadap siapapun, baik terhadap warga biasa, keluarga pimpinan negara, baik terhadap partai maupun nonpartai," ungkapnya.
Sejak putusan pada 2007, MK berulang kali menolak permohonan yang berkaitan dengan persyaratan usia calon pejabat negara. Pasalnya MK menilai batasan usia tersebut adalah kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan DPR dan pemerintah bukan kewenangan MK.
“Bahkan, pada 2021 lalu, MK juga menolak permohonan uji materi terkait usia calon kepala daerah yang diajukan oleh pemohon dari partai yang sekarang juga melakukan pengujian UU Pemilu ini. Dalam putusan tersebut, MK tegas konsisten merujuk kepada putusannya pada tahun 2007 bahwa masalah usia calon pejabat negara bukan masalah konstitusionalitas norma yang menjadi kewenangan MK,” jelasnya.
Sikap konsistensi ini perlu ditunjukkan sebagai bentuk kenegarawanan dan penerapan prinsip keadilan. Sebab ada dugaan kuat di masyarakat pengujian usia capres/cawapres yang baru dilakukan belakangan ini, karena adanya kepentingan politik pragmatis, ingin meloloskan salah salah satu putra Presiden Joko Widodo untuk menjadi cawapres.
“Jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran, dengan ketidak konsistenan MK dalam memutus perkara ini.” ujar dia.
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali diuji kenegarawanan dan konsistensinya dalam melaksanakan konstitusi. Hal ini terkait adanya permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (
UU Pemilu) terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, MK diharapkan kembali menyatakan aturan itu sebagai
open legal policy (kebijakan hukum terbuka). Artinya ketentuan ini menjadi wilayah DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang dan bukan ranah MK.
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, terkait syarat usia pimpinan negara, yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai
open legal policy, harusnya kembali ditunjukkan oleh MK sebagai keputusan MK, untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak manapun juga," ujarnya, Kamis, 3 Agustus 2023.
Hidayat mengingatkan berdasarkan UUD NRI 1945 MK merupakan lembaga yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang keanggotaannya dipersyaratkan harus adanya sikap kenegarawanan (Pasal 24C UUD NRI 1945). Sedangkan pasal 24 ayat (1) UUD NRI 1945 secara tegas menyebutkan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
"Prinsip kenegarawanan dan keadilan tersebut harusnya selalu ditegakkan oleh semua hakim MK terhadap siapapun, baik terhadap warga biasa, keluarga pimpinan negara, baik terhadap partai maupun nonpartai," ungkapnya.
Sejak putusan pada 2007, MK berulang kali menolak permohonan yang berkaitan dengan persyaratan usia calon pejabat negara. Pasalnya MK menilai batasan usia tersebut adalah kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan DPR dan pemerintah bukan kewenangan MK.
“Bahkan, pada 2021 lalu, MK juga menolak permohonan uji materi terkait usia calon kepala daerah yang diajukan oleh pemohon dari partai yang sekarang juga melakukan pengujian UU Pemilu ini. Dalam putusan tersebut, MK tegas konsisten merujuk kepada putusannya pada tahun 2007 bahwa masalah usia calon pejabat negara bukan masalah konstitusionalitas norma yang menjadi kewenangan MK,” jelasnya.
Sikap konsistensi ini perlu ditunjukkan sebagai bentuk kenegarawanan dan penerapan prinsip keadilan. Sebab ada dugaan kuat di masyarakat pengujian usia capres/cawapres yang baru dilakukan belakangan ini, karena adanya kepentingan politik pragmatis, ingin meloloskan salah salah satu putra Presiden Joko Widodo untuk menjadi cawapres.
“Jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran, dengan ketidak konsistenan MK dalam memutus perkara ini.” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)