Jakarta: Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dinilai telah melebihi kewenangannya dengan mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan DPD RI yang mengganti posisinya sebagai wakil ketua MPR. PTUN diminta tidak mencampurkan kewenangan pengadilan tata negara dengan administrasi.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan putusan yang bisa digugat PTUN adalah keputusan yang sifatnya individual bukan didasarkan pengambilan suara terbanyak. SK Penggantian Fadel Muhammad bukan keputusan ketua atau pimpinan DPD, tetapi keputusan anggota DPD.
“Masa keputusan anggota DPD dibatalkan lewat pengadilan. Harusnya kalau mau dibatalkan melalui sidang paripurna DPD juga,” kata Refly, Jakarta, Senin, 22 Mei 2023.
Sebenarnya, kata Refly, suatu saat ia akan mengusulkan, permasalahan ini bisa diputus oleh Mahkamah Konstitusi. “Tapi untuk sementara kan belum. Sebagai contoh UU kan bisa dibatalkan oleh pengadilan, tetapi oleh Mahkamah Konstitusi bukan PTUN. Jadi kita jangan mencampur-campurkan pengadilan tata negara dengan pengadilan administasi,” ungkap dia.
Refly menjelaskan wilayah PTUN hanya masalah administrasi bukan keputusan politis. Pergantian wakil ketua MPR adalah keputusan politik, bukan administrasi.
“Persoalan surat menyurat, misalnya pimpinan DPD bersurat pada pimpinan MPR itu mekanisme tindak lanjut saja dari keputusan politik anggota DPD,” jelas dia.
Kalau ada kesalahan administrasi, kata Refly, tidak boleh menghilangkan substansi. Jika administasinya dianggap keliru, tinggal mengajukan ulang.
"Contohnya, jika ada pegantian pimpinan DPR yang mengajukan kan bukan ketua partai politik, tapi ketua fraksi, itu kalau ada yang salah maka tidak membatalkan substansi,” jelas Refly.
Jika memang belum ada mekanisme pengadilan untuk membatalkan sidang paripurna, kata Refly, yang bisa membatalkan hanya sidang paripuna. Caranya dengan menggalang sidang paripurna baru.
“Kalau penggalangan paripurna tidak berhasil, ya jangan cari jalan samping,” kata pakar hukum tata negara ini.
Pengamat politik hukum dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan SK penggantian wakil ketua MPR bukan keputusan pimpinan DPD. Keputusan ini adalah keputusan para anggota DPD yang diadministrasikan oleh pimpinan DPD.
“Kalau pengadministrasian dianggap salah, itu tidak membatalkan keputusan sidang paripurna DPD,” ungkap Ray Rangkuti.
Menurut dia, hasil sidang paripurna tentang penggantian Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung tetap sah. Dia mengingatkan PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili substansi dari hasil sidang paripurna DPD. Jika yang menjadi objek adalah penandatangan dilakukan oleh pimpinan DPD dan objek gugatan ini diterima PTUN, tetap tidak bisa membatalkan hasil sidang paripurna DPD.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta:
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dinilai telah melebihi kewenangannya dengan mengabulkan gugatan Fadel Muhammad atas SK Pimpinan
DPD RI yang mengganti posisinya sebagai wakil ketua
MPR. PTUN diminta tidak mencampurkan kewenangan pengadilan tata negara dengan administrasi.
Pakar hukum tata negara, Refly Harun, mengatakan putusan yang bisa digugat PTUN adalah keputusan yang sifatnya individual bukan didasarkan pengambilan suara terbanyak. SK Penggantian Fadel Muhammad bukan keputusan ketua atau pimpinan DPD, tetapi keputusan anggota DPD.
“Masa keputusan anggota DPD dibatalkan lewat pengadilan. Harusnya kalau mau dibatalkan melalui sidang paripurna DPD juga,” kata Refly, Jakarta, Senin, 22 Mei 2023.
Sebenarnya, kata Refly, suatu saat ia akan mengusulkan, permasalahan ini bisa diputus oleh Mahkamah Konstitusi. “Tapi untuk sementara kan belum. Sebagai contoh UU kan bisa dibatalkan oleh pengadilan, tetapi oleh Mahkamah Konstitusi bukan PTUN. Jadi kita jangan mencampur-campurkan pengadilan tata negara dengan pengadilan administasi,” ungkap dia.
Refly menjelaskan wilayah PTUN hanya masalah administrasi bukan keputusan politis. Pergantian wakil ketua MPR adalah keputusan politik, bukan administrasi.
“Persoalan surat menyurat, misalnya pimpinan DPD bersurat pada pimpinan MPR itu mekanisme tindak lanjut saja dari keputusan politik anggota DPD,” jelas dia.
Kalau ada kesalahan administrasi, kata Refly, tidak boleh menghilangkan substansi. Jika administasinya dianggap keliru, tinggal mengajukan ulang.
"Contohnya, jika ada pegantian pimpinan DPR yang mengajukan kan bukan ketua partai politik, tapi ketua fraksi, itu kalau ada yang salah maka tidak membatalkan substansi,” jelas Refly.
Jika memang belum ada mekanisme pengadilan untuk membatalkan sidang paripurna, kata Refly, yang bisa membatalkan hanya sidang paripuna. Caranya dengan menggalang sidang paripurna baru.
“Kalau penggalangan paripurna tidak berhasil, ya jangan cari jalan samping,” kata pakar hukum tata negara ini.
Pengamat politik hukum dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan SK penggantian wakil ketua MPR bukan keputusan pimpinan DPD. Keputusan ini adalah keputusan para anggota DPD yang diadministrasikan oleh pimpinan DPD.
“Kalau pengadministrasian dianggap salah, itu tidak membatalkan keputusan sidang paripurna DPD,” ungkap Ray Rangkuti.
Menurut dia, hasil sidang paripurna tentang penggantian Fadel Muhammad dengan Tamsil Linrung tetap sah. Dia mengingatkan PTUN tidak memiliki kewenangan untuk mengadili substansi dari hasil sidang paripurna DPD. Jika yang menjadi objek adalah penandatangan dilakukan oleh pimpinan DPD dan objek gugatan ini diterima PTUN, tetap tidak bisa membatalkan hasil sidang paripurna DPD.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)