Pelaku teror di Thamrin----Ant-Xinhua/Veri Sanovri
Pelaku teror di Thamrin----Ant-Xinhua/Veri Sanovri

Segera Revisi UU Antiterorisme

Media Indonesia • 18 Januari 2016 08:12
medcom.id, Jakarta: Desakan agar pemerintah dan DPR segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) kian kencang. Jika sebelumnya usulan baru muncul dari pejabat pemerintah, kini desakan juga disuarakan sejumlah tokoh di luar pemerintahan.
 
Tokoh Nahdlatul Ulama Kiai Hasyim Muzadi, misalnya, menyebutkan terorisme terjadi karena UU lemah.
 
"UU Antiterorisme masih membiarkan hulunya," kata Hasyim.

Dalam acara apel menolak radikalisme, terorisme, dan narkotika di Lapangan Banteng Jakarta, yang diikuti pemuda, mahasiswa, dan tokoh lintas agama yang tergabung dalam Kebinekaan Lintas Iman Bela Negara, kemarin, juga lantang disuarakan revisi UU Antiterorisme itu.
 
"Saya dukung revisi UU terorisme, demi kemaslahatan dan kebaikan bangsa ini," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj saat berorasi.
 
Said beralasan, saat ini ada situasi darurat radikalisme, terorisme, dan narkoba. Ia sudah menyampaikan data-data yang mencerminkan kedaruratan itu dua tahun lalu, yakni soal keberadaan 800 WNI yang bergabung dengan Islamic State (IS), sebelumnya ISIS.
 
Segera Revisi UU Antiterorisme
Kombes Krishna Murti dan Kombes M. Iqbal menghadapi teroris di Thamrin (Ant/REU. Darren Whiteside)
 
Permintaan agar pemerintah menghukum pelaku teror juga disuarakan keluarga Rico Hermawan, korban ledakan bom Thamrin, Jakarta.
 
"Saya harap Presiden mengusut dan memberantas teroris hingga ke akar-akarnya serta menghukum mereka seberat-beratnya," tegas paman Rico, Sigit Mulyono Putro, seusai pemakaman Rico di Boyolali, Jateng, kemarin.
 
Sebaliknya, Direktur Imparsial Al Araf mengatakan penanganan terorisme yang efektif bukan dengan merevisi UU, melainkan mengevaluasi pelaksanaan di lapangan.
 
"Sudahkah kontrol bahan peledak dan penjualan senjata api ilegal dilakukan secara baik? Juga, jejaring intelijen dan penguatan deradikalisasi, sudah maksimal atau belum?"
 
Tumpul
 
Kepala BNPT Saud Usman Nasution, Kepala BIN Sutiyoso, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan mengusulkan segera dilakukan revisi UU yang dinilai belum mengakomodasi deteksi dini dan pencegahan terorisme.
 
Desakan itu menguat setelah aksi teror di Jl Thamrin, Jakarta, pada Kamis, Januari 2016.
 
"Dengan UU yang sekarang, polisi belum bisa menindak aksi pelatihan ataupun pengiriman dana terduga teroris. Padahal, banyak kelompok radikal diperkirakan berkomunikasi satu sama lain," papar Kapolri, Sabtu, 16 Januari 2016.
 
Badrodin memaparkan, dari orang-orang yang ditangkap di berbagai tempat terkait dengan aksi teror di Thamrin, terdapat orang yang mendapat kiriman dari Bahrun Naim. Dana ditransfer secara bertahap senilai Rp40 juta-Rp70 juta.
 
Segera Revisi UU Antiterorisme
BIN Konpers soal Teroris (MTVN.Al Abrar)
 
Kepala BIN Sutiyoso menambahkan Polri selama ini kesulitan mencegah aksi teror karena pembatasan di UU 15/2003.
 
"Sebelum serangan di Thamrin, BIN pernah menginformasikan kepada kepolisian tentang pelatihan militer yang digelar kelompok terduga teroris. Namun, informasi itu tidak berakhir dengan penangkapan dan penahanan karena tidak ada dasar hukum yang tegas."
 
Di sejumlah negara, tukas Bang Yos, penguatan aturan antiterorisme dibuat. "Malaysia malah ekstrem. Terduga teroris dipasangi gelang di kaki dan tangan."
 
Sejumlah negara, Prancis, Malaysia, dan Tiongkok, memperkuat aturan antiterorisme dengan merevisi UU.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TII)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan