medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sudah memadai. Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM untuk mengkritisi penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengakui Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait merebaknya gerakan-gerakan radikalisme, intoleransi, dan ekstrimisme. Kendati demikian, dia mengatakan penerbitan Perppu Ormas bukanlah jawaban terbaik untuk menuntaskan persoalan tersebut.
"UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013 sebetulnya sudah cukup memadai untuk menjawab tantangan itu. Namun selama ini belum dipergunakan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah," ujar Nur Kholis di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa 25 Juli 2017.
Kholis menggarisbawahi, Perppu Ormas yang diterbitkan untuk merubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas berpotensi mengancam hak asasi manusia khususnya hak berserikat. Menurutnya pembubaran suatu ormas merupakan pembatasan serius atas kebebasan berserikat. Karena itu jika tidak ada kegentingan yang memaksa, ormas harus dibubarkan melalui mekanisme pengadilan yang bebas dan tidak memihak.
"Menurut kami belum ada kegentingan karena pemerintah masih punya waktu untuk menindak ormas-ormas yang terindikasi radikal, intoleran, dan ekstrim melalui mekanisme pengadilan. Uji saja di pengadilan masih ada waktu," terang Kholis.
Kholis mengatakan pengujian melalui pengadilan merupakan wujud pemberian hak kepada warga negara atau organisasi membela diri di depan hukum. Jika tuduhannya terbukti, pemerintah bisa menghukum pihak tersebut.
"Harusnya diuji dulu di pengadilan, supaya bisa menentukan keputusan pemberian hukumannya sesuai dengan kesalahannya," kata Kholis.
medcom.id, Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas sudah memadai. Pernyataan tersebut disampaikan Komnas HAM untuk mengkritisi penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017.
Ketua Komnas HAM Nur Kholis mengakui Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait merebaknya gerakan-gerakan radikalisme, intoleransi, dan ekstrimisme. Kendati demikian, dia mengatakan penerbitan Perppu Ormas bukanlah jawaban terbaik untuk menuntaskan persoalan tersebut.
"UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013 sebetulnya sudah cukup memadai untuk menjawab tantangan itu. Namun selama ini belum dipergunakan dengan sungguh-sungguh oleh pemerintah," ujar Nur Kholis di Gedung Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Selasa 25 Juli 2017.
Kholis menggarisbawahi, Perppu Ormas yang diterbitkan untuk merubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang ormas berpotensi mengancam hak asasi manusia khususnya hak berserikat. Menurutnya pembubaran suatu ormas merupakan pembatasan serius atas kebebasan berserikat. Karena itu jika tidak ada kegentingan yang memaksa, ormas harus dibubarkan melalui mekanisme pengadilan yang bebas dan tidak memihak.
"Menurut kami belum ada kegentingan karena pemerintah masih punya waktu untuk menindak ormas-ormas yang terindikasi radikal, intoleran, dan ekstrim melalui mekanisme pengadilan. Uji saja di pengadilan masih ada waktu," terang Kholis.
Kholis mengatakan pengujian melalui pengadilan merupakan wujud pemberian hak kepada warga negara atau organisasi membela diri di depan hukum. Jika tuduhannya terbukti, pemerintah bisa menghukum pihak tersebut.
"Harusnya diuji dulu di pengadilan, supaya bisa menentukan keputusan pemberian hukumannya sesuai dengan kesalahannya," kata Kholis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)