medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi cara penjemputan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Ketua DPD Irman Gusman. Fahri menyebut penjemputan tersebut sebagai bentuk penculikan pejabat negara.
Menurut Fahri, dalam menjemput pejabat negara ada prosedur yang mesti ditaati. Ia mencontohkan, jika Presiden diduga membunuh hewan peliharaan tetangganya, kasus itu
tidak bisa diproses di tingkat Polsek. Harus diproses melalui mekanisme yang ada di DPR.
Kemudian, jika DPR menemukan secara meyakinkan adanya tindak pidana, DPR berhak menyatakan pendapat dan itu bisa menjadi tuntutan Dewan kepada Mahkamah Konstitusi dalam sidang impactment.
"Jadi ada prosedurnya (proses hukum). Penjemputan pak Irman Gusman menurut penculikan. Penjemputan pak Irman Gusman malam-malam itu sebetulnya keluar dari standar etika kita di dalam menyelenggarakan kegiatan kenegaraan," kata Fahri dalam rapat tim 10 terkait kasus Irman Gusman di ruang rapat DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
Fahri menceritakan kasus penangkapan Sultan Hamid yang diduga mendalangi pemberontakan bersama Wersteling. Saat itu Sultan menjadi menteri dalam kabinet presidensial. Menurut dia, penangkapannya sudah melalui proses yang tepat.
"Waktu dia dijemput itu, dia dijemput oleh jaksa muda. Dan, waktu dia disidang, penuntutnya langsung Jaksa Agung Republik Indonesia. Ini dalam rangka menghormati posisi hukum dari pejabat-pejabat negara," ujar dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNljE5Vk" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Fahri mendukung DPD menginvestigasi kasus yang menimpa Irman buat mencari tahu kebenaran kasus ini.
Proposal hasil investigasi, kata dia, bisa disepakati di paripurna dan bisa menjadi keputusan politik lainnya. Sebab, ada kewenangan politik lainnya di DPD yang bisa digunakan. Seperti fungsi rekomendasi dan sebagainya terkait temuan-temuan yang nyata.
"Saya usulkan tim bekerja lebih serius, mungkin perlu mengudang pakar dan tidak perlu semuanya terbuka juga agar lebih mendalam. Demi memperbaiki lembaga kita dan demi memperbaiki sistem ketatanegaraan kita dan demi memprofesionalkan kerja dari pada lembaga-lembaga negara yang ada. Ini tugas dari DPD yang mewakili rakyat," ujar Fahri.
Seperti diketahui, Irman ditangkap dalam operasi tangkap tangan bersama Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaverandy Sutanto, Memei dan Willy Sutanto adik Xaverandy dan Joko Suprianto ajudan Irman. Suap diberikan di rumah dinas Irman.
Irman diduga menerima suap Rp100 juta terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan bulog pada CV Semesta Berjaya tahun 2016 di Sumbar. Irman diduga memberikan rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah.
Irman sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GKdX0ZEK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengkritisi cara penjemputan yang dilakukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Ketua DPD Irman Gusman. Fahri menyebut penjemputan tersebut sebagai bentuk penculikan pejabat negara.
Menurut Fahri, dalam menjemput pejabat negara ada prosedur yang mesti ditaati. Ia mencontohkan, jika Presiden diduga membunuh hewan peliharaan tetangganya, kasus itu
tidak bisa diproses di tingkat Polsek. Harus diproses melalui mekanisme yang ada di DPR.
Kemudian, jika DPR menemukan secara meyakinkan adanya tindak pidana, DPR berhak menyatakan pendapat dan itu bisa menjadi tuntutan Dewan kepada Mahkamah Konstitusi dalam sidang impactment.
"Jadi ada prosedurnya (proses hukum). Penjemputan pak Irman Gusman menurut penculikan. Penjemputan pak Irman Gusman malam-malam itu sebetulnya keluar dari standar etika kita di dalam menyelenggarakan kegiatan kenegaraan," kata Fahri dalam rapat tim 10 terkait kasus Irman Gusman di ruang rapat DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2016).
Fahri menceritakan kasus penangkapan Sultan Hamid yang diduga mendalangi pemberontakan bersama Wersteling. Saat itu Sultan menjadi menteri dalam kabinet presidensial. Menurut dia, penangkapannya sudah melalui proses yang tepat.
"Waktu dia dijemput itu, dia dijemput oleh jaksa muda. Dan, waktu dia disidang, penuntutnya langsung Jaksa Agung Republik Indonesia. Ini dalam rangka menghormati posisi hukum dari pejabat-pejabat negara," ujar dia.
Fahri mendukung DPD menginvestigasi kasus yang menimpa Irman buat mencari tahu kebenaran kasus ini.
Proposal hasil investigasi, kata dia, bisa disepakati di paripurna dan bisa menjadi keputusan politik lainnya. Sebab, ada kewenangan politik lainnya di DPD yang bisa digunakan. Seperti fungsi rekomendasi dan sebagainya terkait temuan-temuan yang nyata.
"Saya usulkan tim bekerja lebih serius, mungkin perlu mengudang pakar dan tidak perlu semuanya terbuka juga agar lebih mendalam. Demi memperbaiki lembaga kita dan demi memperbaiki sistem ketatanegaraan kita dan demi memprofesionalkan kerja dari pada lembaga-lembaga negara yang ada. Ini tugas dari DPD yang mewakili rakyat," ujar Fahri.
Seperti diketahui, Irman ditangkap dalam operasi tangkap tangan bersama Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaverandy Sutanto, Memei dan Willy Sutanto adik Xaverandy dan Joko Suprianto ajudan Irman. Suap diberikan di rumah dinas Irman.
Irman diduga menerima suap Rp100 juta terkait pengurusan kuota gula impor yang diberikan bulog pada CV Semesta Berjaya tahun 2016 di Sumbar. Irman diduga memberikan rekomendasi pada CV Semesta Berjaya supaya mendapat jatah.
Irman sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaiamana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)