Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira mengatakan media sosial ibarat pisau. Bisa bermanfaat untuk manusia, tetapi juga bisa untuk melukai orang lain atau bahkan melukai diri sendiri.
Hal ini diungkapkan Andreas menanggapi fakta bahwa media sosial dimanfaatkan kelompok teroris untuk menyebarkan paham radikalisme.
"Media sosial tentu instrumen yang netral, penggunanya yang apabila tidak bisa hati-hati bisa menjadi alat yang berdampak negatif. Oleh karena itu, yang harus dilakukan secara intensif adalah literasi media sosial sejak dini," ujarnya di Jakarta, Jumat, 18 Mei 2018.
Baca: Tak Semua Situs Radikal Bisa Diblokir
Literasi media sosial ini seharusnya masuk di dalam kurikulum pendidikan sekolah. Sehingga menyadarkan generasi muda akan pemanfaatan media sosial.
"Sekaligus melindungi orang dari penyalahgunaan yang bisa berdampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Kalau secara konten, yang bisa dilakukan adalah menutup situs yang berbau radikal," pungkasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha. Dia berharap polisi tak segan menindak pelaku penyebar konten terorisme di media sosial melalui UU ITE.
Namun, Polri harus pandai memilah konten-konten yang perlu ditindak. "Kalau di Tiongkok di setiap media sosialnya kalau ada yang merugikan pemerintahnya langsung di delete," ucapnya.
Menurut dia tidak ada celah lagi bagi seseorang yang hendak menyebarkan konten radikal di media sosial. "Negara mengontrolnya ya dengan UU ITE itu," pungkasnya.
Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Andreas Hugo Pareira mengatakan media sosial ibarat pisau. Bisa bermanfaat untuk manusia, tetapi juga bisa untuk melukai orang lain atau bahkan melukai diri sendiri.
Hal ini diungkapkan Andreas menanggapi fakta bahwa media sosial dimanfaatkan kelompok teroris untuk menyebarkan paham radikalisme.
"Media sosial tentu instrumen yang netral, penggunanya yang apabila tidak bisa hati-hati bisa menjadi alat yang berdampak negatif. Oleh karena itu, yang harus dilakukan secara intensif adalah literasi media sosial sejak dini," ujarnya di Jakarta, Jumat, 18 Mei 2018.
Baca: Tak Semua Situs Radikal Bisa Diblokir
Literasi media sosial ini seharusnya masuk di dalam kurikulum pendidikan sekolah. Sehingga menyadarkan generasi muda akan pemanfaatan media sosial.
"Sekaligus melindungi orang dari penyalahgunaan yang bisa berdampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Kalau secara konten, yang bisa dilakukan adalah menutup situs yang berbau radikal," pungkasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syaifullah Tamliha. Dia berharap polisi tak segan menindak pelaku penyebar konten terorisme di media sosial melalui UU ITE.
Namun, Polri harus pandai memilah konten-konten yang perlu ditindak. "Kalau di Tiongkok di setiap media sosialnya kalau ada yang merugikan pemerintahnya langsung di delete," ucapnya.
Menurut dia tidak ada celah lagi bagi seseorang yang hendak menyebarkan konten radikal di media sosial. "Negara mengontrolnya ya dengan UU ITE itu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)
