Jakarta: Langkah Kepala Polri (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram Pedoman Penanganan Perkara Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disambut baik. Pedoman tersebut dinilai sebagai 'obat pereda' niat memenjarakan orang dengan Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE.
"Betul sekali (obat pereda), terobosan awal yang ujungnya harus dilakukan revisi UU ITE," kata Ketua Komisi III Herman Herry kepada Medcom.id, Selasa, 23 Februari 2021.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyebut langkah Listyo tepat. Telegram tersebut dinilai sebagai jawaban permasalahan penerapan UU ITE.
"Penerbitan telegram ini juga sesuai dengan masukan Komisi III yang belakangan juga kami sampaikan baik di media atau secara langsung ke Kapolri," ucap dia.
Dia meminta telegram tersebut segera ditindaklanjuti oleh seluruh penyidik di lapangan. Sehingga, penyidik menerapkan pendekatan positivistik, legalistik, dan keadilan restoratif. "Yaitu, mengedepankan mediasi agar terciptanya keadilan bagi para pihak," kata dia.
Baca: Tim Kajian UU ITE Diminta Terbuka
Dia meminta instansi penegak hukum meniru langkah yang dibuat Polri. Sehingga, implementasi ketentuan yang lebih dikenal pasal karet itu berkurang.
"Sambil kita bersama-sama menunggu proses politik terkait wacana revisi UU ITE yang saat ini pemerintah sedang kaji dengan membuat Tim Pengkaji UU ITE," ujar dia.
Kapolri Jenderal Listyo menerbitkan surat telegram (ST) Nomor: ST/339/II/Res.1.1.1./2021, tanggal 22 Februari 2021. Surat telegram itu berisikan pedoman penanganan tindak pidana kejahatan siber, khususnya ujaran kebencian.
"Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan tidak dilaksanakan penahanan," demikian isi surat telegram Kapolri Listyo yang diterima Medcom.id, Senin, 22 Februari 2021.  
  
  
    Jakarta: Langkah Kepala Polri (
Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram Pedoman Penanganan Perkara Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disambut baik. Pedoman tersebut dinilai sebagai 'obat pereda' niat memenjarakan orang dengan Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE. 
"Betul sekali (obat pereda), terobosan awal yang ujungnya harus dilakukan revisi UU ITE," kata Ketua Komisi III Herman Herry kepada 
Medcom.id, Selasa, 23 Februari 2021. 
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyebut langkah Listyo tepat. Telegram tersebut dinilai sebagai jawaban permasalahan penerapan 
UU ITE.
"Penerbitan telegram ini juga sesuai dengan masukan 
Komisi III yang belakangan juga kami sampaikan baik di media atau secara langsung ke Kapolri," ucap dia. 
Dia meminta telegram tersebut segera ditindaklanjuti oleh seluruh penyidik di lapangan. Sehingga, penyidik menerapkan pendekatan positivistik, legalistik, dan keadilan restoratif. "Yaitu, mengedepankan mediasi agar terciptanya keadilan bagi para pihak," kata dia. 
Baca: 
Tim Kajian UU ITE Diminta Terbuka 
Dia meminta instansi penegak hukum meniru langkah yang dibuat 
Polri. Sehingga, implementasi ketentuan yang lebih dikenal pasal karet itu berkurang. 
"Sambil kita bersama-sama menunggu proses politik terkait wacana 
revisi UU ITE yang saat ini pemerintah sedang kaji dengan membuat Tim Pengkaji UU ITE," ujar dia. 
Kapolri Jenderal Listyo menerbitkan surat telegram (ST) Nomor: ST/339/II/Res.1.1.1./2021, tanggal 22 Februari 2021. Surat telegram itu berisikan pedoman penanganan tindak pidana kejahatan siber, khususnya ujaran kebencian. 
"Terhadap tindak pidana pencemaran nama baik, fitnah, dan penghinaan tidak dilaksanakan penahanan," demikian isi surat telegram Kapolri Listyo yang diterima 
Medcom.id, Senin, 22 Februari 2021. 
Cek Berita dan Artikel yang lain di 
            
                
                
                    Google News
                
            Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(JMS)