Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta tidak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) UU KPK. Polemik UU KPK itu harus diselesaikan melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, UU KPK merupakan produk eksekutif dan legislatif. Artinya, Presiden Joko Widodo terlibat dalam proses hingga putusan UU tersebut.
"Kalau sampai ada Perppu, saya kira ini janggal. Karena Presiden kan mengikuti proses, seperti menyetujui beberapa pasal hingga tahap putusan. Masa dia sendiri akan menarik UU yang sudah disetujui," kata Sugeng dalam diskusi publik `Menyoal Pentingnya Revisi UU KPK` yang digelar Korps Mahasiswa dan Pemuda NKRI (KoMPAN) di kampus PTIQ Jakarta, Rabu 2 Oktober 2019.
Menurut Sugeng Perppu KPK berbeda dengan Perppu Ormas yang pernah dikeluarkan Jokowi. Ia khawatir dorongan menerbitkan Perppu bermuatan politis. "Presiden bisa kena impeachment gara-gara perppu. Atau mungkin itu tujuan friksi politik di balik kuatnya dorongan perppu tersebut," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Pamulang Firdaus MS menyebut perppu bukan solusi untuk mengatasi polemik UU KPK.
"Judicial review melalui MK saya kira lebih elegan. Perppu itu kan mensyaratkan suatu keadaan yang genting dan darurat, dalam konteks ini kan tidak ada," kata Firdaus.
Sementara aktivis 98 Hari Purwanto menilai pro kontra UU KPK tidak harus diselesaikan melalui gerakan jalanan.
"Diskusi ini adalah gerakan kita. Semua sepakat korupsi harus diberantas. Karena itu kita memerlukan kelembagaan yang bersih dan kredibel, serta objektif, tidak ikut bermain politik," kata Hari.
Dalam acara yang dihadiri ratusan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus ini, juga menyampaikan pernyataan sikap agar presiden tidak menerbitkan Perppu.
Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta tidak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) UU KPK. Polemik UU KPK itu harus diselesaikan melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Sugeng Teguh Santoso mengatakan, UU KPK merupakan produk eksekutif dan legislatif. Artinya, Presiden Joko Widodo terlibat dalam proses hingga putusan UU tersebut.
"Kalau sampai ada Perppu, saya kira ini janggal. Karena Presiden kan mengikuti proses, seperti menyetujui beberapa pasal hingga tahap putusan. Masa dia sendiri akan menarik UU yang sudah disetujui," kata Sugeng dalam diskusi publik `Menyoal Pentingnya Revisi UU KPK` yang digelar Korps Mahasiswa dan Pemuda NKRI (KoMPAN) di kampus PTIQ Jakarta, Rabu 2 Oktober 2019.
Menurut Sugeng Perppu KPK berbeda dengan Perppu Ormas yang pernah dikeluarkan Jokowi. Ia khawatir dorongan menerbitkan Perppu bermuatan politis. "Presiden bisa kena
impeachment gara-gara perppu. Atau mungkin itu tujuan friksi politik di balik kuatnya dorongan perppu tersebut," katanya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Pamulang Firdaus MS menyebut perppu bukan solusi untuk mengatasi polemik UU KPK.
"Judicial review melalui MK saya kira lebih elegan. Perppu itu kan mensyaratkan suatu keadaan yang genting dan darurat, dalam konteks ini kan tidak ada," kata Firdaus.
Sementara aktivis 98 Hari Purwanto menilai pro kontra UU KPK tidak harus diselesaikan melalui gerakan jalanan.
"Diskusi ini adalah gerakan kita. Semua sepakat korupsi harus diberantas. Karena itu kita memerlukan kelembagaan yang bersih dan kredibel, serta objektif, tidak ikut bermain politik," kata Hari.
Dalam acara yang dihadiri ratusan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus ini, juga menyampaikan pernyataan sikap agar presiden tidak menerbitkan Perppu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)