Helikopter Super Puma milik TNI Angkatan Udara yang menjadi kendaraan VVIP Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Ant/Widodo Jusuf.
Helikopter Super Puma milik TNI Angkatan Udara yang menjadi kendaraan VVIP Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Ant/Widodo Jusuf.

TB Hasanudin Dorong Pemerinah Beli Heli Buatan Indonesia

Al Abrar • 23 November 2015 00:05
medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanudin menilai, rencana pembelian helikopter jenis AW 101 Agusta untuk kepresidenan sudah tepat. Apalagi capung besi yang kini dimiliki Istana Kepresidenan sudah uzur.
 
"Heli jenis Super Puma yang digunakan oleh presiden selama ini dibuat tahun 2000 dan dipakai sejak tahun 2002, jadi sudah dipakai selama 13 tahun. Demi keamanan sudah selayaknya diganti," kata TB Hasanudin melalui rilis yang diterima Metrotvnews.com, Minggu (22/11/2015).
 
TB Hasanudin mengungkapkan, heli buatan Itali itu memang cukup canggih, dilengkapi interior yang mewah dan ruangan yang lebar sehingga cukup nyaman untuk dipakai oleh VVIP.

Namun politikus PDI Perjuangan itu menganggap heli tersebut masih dianggap mahal jika dibandingkan dengan Super Puma buatan PT dirgantara Indonesia (DI). Berdasarkan informasi yang diterima Mayjen Purnawirawan ini, heli buatan Itali itu mencapai USD55 juta.
 
"Cukup mahal bila dibandingkan dengan jenis Super Puma produk PT Dirgantara Indonesia (DI) kebanggaan anak bangsa yang harganya 'hanya' USD35 juta," jelas dia.
 
Karena itu, dia berpendapat, jika Super Puma dilengkapi FLIR (forward looking infra red), chaff and flare dispencer (proteksi/anti peluru kendali), infra red jammer dan laser warning seperti AW 101 Agusta. Super Puma tidak kalah canggih dengan heli buatan negeri pizza itu. Selain itu juga dapat menghemat anggaran negara.
 
"Semua alat ini seluruhnya diperkirakan seharga USD5 juta. Sehingga harga satu unit Super Puma maksimal sekitar USD 40 juta," ujar dia.
 
Dia menyarankan agar pemerintah dalam hal ini Sekretariat Negara, membeli Helikopter Super Puma PT DI. Dengan membeli produk dalam negeri, maka negara untung sebesar 30% dari harga dasar setidaknya dalam bentuk material dari dalam negeri.
 
Selain itu pembelian itu mampu mempekerjakan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang. Serta perawatan dan pengadaan suku cadangnya akan lebih murah dan terjamin.
 
"Sementara untuk suku cadang Agusta pasti akan lebih mahal dalam status import dan tak ada jaminan tidak diembargo," tegas dia.
 
Apalagi, Undang-undang no 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan menyebut, tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri selama negara sudah mampu memproduksinya.
 
"Menurut hemat saya, sudah saatnya mengganti heli kepresidenan, tapi akan lebih bijak bila menggunakan produk dalam negeri saja," tukas Politikus PDI Perjuangan itu.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan