medcom.id, Jakarta: Partai Golkar kubu Agung Laksono tak ingin mencampuri putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SK Menkumham di PT Tata Usaha Negara Jakarta. Hal tersebut dianggap adalah urusan pemerintah.
"Kami tidak (mengajukan) peninjauan kembali (PK) sampai hari ini karena posisi kami tergugat intervensi. Mau PK atau tidak tergantung pemerintah, karena itu SK Menkumham," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar Munas Ancol Zainudin Amali, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Sementara dalam sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pihaknya bakal mengajukan kasasi di MA lantaran sebagai tergugat pertama. Apalagi, dalam putusan MA tidak memenangkan siapapun: Partai Golkar kubu Agung Laksono maupun kubu Aburizal Bakrie.
"Tetapi kalau untuk Pengadilan Tinggi itu ajukan kasasi karena kami yang jadi tergugat satu," tandas Agung.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai tak mempermasalahkan kubu Agung Laksono yang mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengajuan kasasi menjadi hak semua pihak.
Namun Yorrys meminta elit Partai Golkar berkaca pada sejarah pada masa orde baru antara Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri dalam konflik di Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Atau pada zaman reformasi antara Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid dan Muhaimin Iskandar di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Hasilnya apa? Apakah Golkar akan mengalami nasib yang sama seperti itu? Kan tidak mungkin," tegas Yorrys di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Dia juga menyangsikan jika pemerintah kemudian mengajukan PK, bakal kembali mempersatukan Golkar.
"Suka-suka dia. Tapi apakah PK bisa menyelesaikan masalah? Ini masalah politik kan, tidak selesai," kata Yorrys.
Ketua DPP Bidang Hukum Golkar Munas Ancol, Lawrence Siburian membenarkan bahwa pihaknya telah melayangkan kasasi terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Kasasi diajukan ke Pengadilan Tinggi setelah kedua pihak Golkar, yaitu Kubu Agung dengan Abu Rizal Bakrie (Ical) tidak mencapai kata sepakat usai mengadakan Silaturrahmi Nasional (Silatnas) pada Minggu 1 November pekan lalu.
Menurutnya, terdapat kesalahan dalam gugatan di PT Jakarta yang dimenangkan oleh pihak Ical. Kesalahan terletak pada judul yang tidak sesuai dengan isi gugatan.
Selain judul dan isi, menurut Lawrence, penyelesaian yang ditempuh oleh pihak Ical tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2008. Seharusnya sengketa kepengurusan harus diselesaikan di Mahkamah partai.
Jika seandainya dibatalkan, maka kemungkinan besar untuk terlaksananya Munaslub akan tercipta. Karena putusan akan kembali pada kasasi PT TUN, dimana tidak menyebutkan pihak yang menang, baik Golkar versi Munas Ancol maupun Bali.
"Kalau enggak ada pengurusnya, harus ada kesadaran pemimpinnya untuk melaksanakan munas, supaya memilih pengurus. Karena pengurusnya enggak ada yang diakuin. Ancol enggak diakuin, Bali enggak diakuin, Riau enggak diakuin," tandas Lurence.
Golkar terancam bubar awal tahun depan. Partai Beringin ini gulung tikar jika musyawarah nasional tak digelar tahun ini.
"Kalau SK Menkumham terkait kepengurusan kami (Munas Ancol) dicabut dan tidak ada Munas akhir tahun ini, 1 Januari 2016 Golkar tidak akan ada lagi," kata Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono Leo Nababan saat dihubungi, Kamis (5/11/2015).
Leo menjelaskan, putusan kasasi Mahkamah Agung beberapa waktu lalu mengembalikan kepengurusan Golkar ke hasil Munas Riau 2009. Munas itu memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum, Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal, dan Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Umum.
"Kepengurusan ini akan berakhir pada 31 Desember 2015. Kalau tidak ada Munas, Golkar akan benar-benar tidak ada lagi," tukas Leo.
Pernyataan ini dilontarkan Leo, setelah kubu Aburizal Bakrie menolak Munas dalam waktu dekat. Aburizal tetap ingin Munas digelar pada 2019.
Leo juga menyesalkan, kubu Aburizal yang mengklaim, Munas Bali, adalah kepengurusan Golkar yang sah. Lagi-lagi ia menegaskan, putusan kasasi MA tersebut, mengembalikan kepengurusan ke Munas Riau.
Leo menambahkan, semangat yang dibawa pada Silatnas beberapa waktu lalu adalah proses pengakhiran kisruh. Tapi ternyata konflik belum berakhir.
medcom.id, Jakarta: Partai Golkar kubu Agung Laksono tak ingin mencampuri putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SK Menkumham di PT Tata Usaha Negara Jakarta. Hal tersebut dianggap adalah urusan pemerintah.
"Kami tidak (mengajukan) peninjauan kembali (PK) sampai hari ini karena posisi kami tergugat intervensi. Mau PK atau tidak tergantung pemerintah, karena itu SK Menkumham," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar Munas Ancol Zainudin Amali, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Sementara dalam sengketa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pihaknya bakal mengajukan kasasi di MA lantaran sebagai tergugat pertama. Apalagi, dalam putusan MA tidak memenangkan siapapun: Partai Golkar kubu Agung Laksono maupun kubu Aburizal Bakrie.
"Tetapi kalau untuk Pengadilan Tinggi itu ajukan kasasi karena kami yang jadi tergugat satu," tandas Agung.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Yorrys Raweyai tak mempermasalahkan kubu Agung Laksono yang mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Pengajuan kasasi menjadi hak semua pihak.
Namun Yorrys meminta elit Partai Golkar berkaca pada sejarah pada masa orde baru antara Soerjadi dan Megawati Soekarnoputri dalam konflik di Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Atau pada zaman reformasi antara Abdurrahman 'Gus Dur' Wahid dan Muhaimin Iskandar di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
"Hasilnya apa? Apakah Golkar akan mengalami nasib yang sama seperti itu? Kan tidak mungkin," tegas Yorrys di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Dia juga menyangsikan jika pemerintah kemudian mengajukan PK, bakal kembali mempersatukan Golkar.
"Suka-suka dia. Tapi apakah PK bisa menyelesaikan masalah? Ini masalah politik kan, tidak selesai," kata Yorrys.
Ketua DPP Bidang Hukum Golkar Munas Ancol, Lawrence Siburian membenarkan bahwa pihaknya telah melayangkan kasasi terhadap keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Kasasi diajukan ke Pengadilan Tinggi setelah kedua pihak Golkar, yaitu Kubu Agung dengan Abu Rizal Bakrie (Ical) tidak mencapai kata sepakat usai mengadakan Silaturrahmi Nasional (Silatnas) pada Minggu 1 November pekan lalu.
Menurutnya, terdapat kesalahan dalam gugatan di PT Jakarta yang dimenangkan oleh pihak Ical. Kesalahan terletak pada judul yang tidak sesuai dengan isi gugatan.
Selain judul dan isi, menurut Lawrence, penyelesaian yang ditempuh oleh pihak Ical tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 tahun 2008. Seharusnya sengketa kepengurusan harus diselesaikan di Mahkamah partai.
Jika seandainya dibatalkan, maka kemungkinan besar untuk terlaksananya Munaslub akan tercipta. Karena putusan akan kembali pada kasasi PT TUN, dimana tidak menyebutkan pihak yang menang, baik Golkar versi Munas Ancol maupun Bali.
"Kalau enggak ada pengurusnya, harus ada kesadaran pemimpinnya untuk melaksanakan munas, supaya memilih pengurus. Karena pengurusnya enggak ada yang diakuin. Ancol enggak diakuin, Bali enggak diakuin, Riau enggak diakuin," tandas Lurence.
Golkar terancam bubar awal tahun depan. Partai Beringin ini gulung tikar jika musyawarah nasional tak digelar tahun ini.
"Kalau SK Menkumham terkait kepengurusan kami (Munas Ancol) dicabut dan tidak ada Munas akhir tahun ini, 1 Januari 2016 Golkar tidak akan ada lagi," kata Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono Leo Nababan saat dihubungi, Kamis (5/11/2015).
Leo menjelaskan, putusan kasasi Mahkamah Agung beberapa waktu lalu mengembalikan kepengurusan Golkar ke hasil Munas Riau 2009. Munas itu memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum, Idrus Marham sebagai Sekretaris Jenderal, dan Agung Laksono sebagai Wakil Ketua Umum.
"Kepengurusan ini akan berakhir pada 31 Desember 2015. Kalau tidak ada Munas, Golkar akan benar-benar tidak ada lagi," tukas Leo.
Pernyataan ini dilontarkan Leo, setelah kubu Aburizal Bakrie menolak Munas dalam waktu dekat. Aburizal tetap ingin Munas digelar pada 2019.
Leo juga menyesalkan, kubu Aburizal yang mengklaim, Munas Bali, adalah kepengurusan Golkar yang sah. Lagi-lagi ia menegaskan, putusan kasasi MA tersebut, mengembalikan kepengurusan ke Munas Riau.
Leo menambahkan, semangat yang dibawa pada Silatnas beberapa waktu lalu adalah proses pengakhiran kisruh. Tapi ternyata konflik belum berakhir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)