Jakarta: Kemandirian Komisi Pemilihan Umum (KPU) diuji setelah Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menolak usulan revisi Peraturan KPU (PKPU) terkait pembulatan pecahan desimal ke bawah calon anggota legislatif perempuan di setiap dapil. Kepercayaan publik dinilai akan tergerus jika KPU mengamini sikap DPR.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengingatkan, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 92/PUU-XIV/2016 telah memberikan legitimasi bagi KPU dalam mengambil keputusan. MK juga mengatakan keputusan dari konsultasi dengan DPR tidak bersifat mengikat bagi KPU.
"Bisa saja KPU punya pandangan yang berbeda dengan fraksi-fraksi di DPR," kata Titi kepada Media Indonesia, Kamis, 18 Mei 2023.
KPU sendiri telah menyatakan komitmennya untuk merevisi beleid yang berpotensi menurunkan jumlah perempuan di parlemen pada Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023. Komitmen itu disampaikan pada Rabu, 10 Mei lalu melalui konferensi pers bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Saat itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan pihaknya bakal berkonsulatasi dengan DPR terkait upaya revisi pasal di PKPU tersebut. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan lembaga penyelenggara pemilu pada Rabu, 17 Mei, Komisi II DPR RI menolak usulan perubahan PKPU.
Jika tetap mempertahankan PKPU tersebut atas usulan Komisi II DPR, Titi menyebut KPU akan dipandang sebagai corong partai-partai politik dan tidak mampu bekerja di atas nilai-nilai konstitusi yang telah menjamin kemandirian KPU. Di sisi lain, hal itu akan menjadi preseden buruk karena KPU tersandera pada kepentingan partisan peserta pemilu.
"Oleh karena itu, di saat-saat inilah kemandirian dan kredibilitas KPU diuji," pungkas Titi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Kemandirian Komisi Pemilihan Umum (
KPU) diuji setelah
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menolak usulan revisi Peraturan KPU (
PKPU) terkait pembulatan pecahan desimal ke bawah
calon anggota legislatif perempuan di setiap dapil. Kepercayaan publik dinilai akan tergerus jika KPU mengamini sikap DPR.
Pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengingatkan,
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 92/PUU-XIV/2016 telah memberikan legitimasi bagi KPU dalam mengambil keputusan. MK juga mengatakan keputusan dari konsultasi dengan DPR tidak bersifat mengikat bagi KPU.
"Bisa saja KPU punya pandangan yang berbeda dengan fraksi-fraksi di DPR," kata Titi kepada Media Indonesia, Kamis, 18 Mei 2023.
KPU sendiri telah menyatakan komitmennya untuk merevisi beleid yang berpotensi menurunkan jumlah perempuan di parlemen pada Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023. Komitmen itu disampaikan pada Rabu, 10 Mei lalu melalui konferensi pers bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Saat itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan pihaknya bakal berkonsulatasi dengan DPR terkait upaya revisi pasal di PKPU tersebut. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan lembaga penyelenggara pemilu pada Rabu, 17 Mei, Komisi II DPR RI menolak usulan perubahan PKPU.
Jika tetap mempertahankan PKPU tersebut atas usulan Komisi II DPR, Titi menyebut KPU akan dipandang sebagai corong partai-partai politik dan tidak mampu bekerja di atas nilai-nilai konstitusi yang telah menjamin kemandirian KPU. Di sisi lain, hal itu akan menjadi preseden buruk karena KPU tersandera pada kepentingan partisan peserta pemilu.
"Oleh karena itu, di saat-saat inilah kemandirian dan kredibilitas KPU diuji," pungkas Titi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)