Jakarta: Perwakilan Anggota DPR dari Fraksi NasDem Taufik Basari mengapresiasi sikap pemerintah yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka. Hal itu ia sampaikan seusai sidang gugatan sistem proporisonal terbuka.
"Pemerintah sejalan dengan DPR. Proporsional terbuka saat ini masih satu sistem yang terbaik dan hal ini merupakan open legal policy (kebijakan terbuka pembuat UU) untuk memilih sistem yang mana," terang Tobas, sapaanya, di ruang sidang MK, Kamis, 26 Januari 2023.
Ia mengatakan pembentuk UU melalui Undang-Undang Nomor 7Tahun 2017 tentang Pemilu sudah menyepakati pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka. Saat pengesahan UU Pemilu, terang Tobas, seluruh fraksi di DPR sepakat memilih sistem proporsional terbuka. Ia mengingatkan agar kesepakatan bersama itu tetap menjadi komiten fraksi-fraksi di DPR RI.
Pada sidang perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, DPR telah memberikan keterangan di MK. Pada intinya, DPR meminta MK untuk konsisten terhadap putusan Nomor 22/24/PUU-VI/2008, sehingga pemilu tetap pada proporsional terbuka.
Hanya fraksi PDI Perjuangan yang memiliki pendapat berbeda dengan pandangan DPR. Mengenai keterangan PDI Perjuangan, Tobas menjelaskan Mahkamah yang berwenang menilai soal itu.
"Kita berharap keterangan ini bisa menjadi bahan bagi MK untuk memberikan putusannya," ucap Tobas.
Pemerintah diwakili Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menyampaikan proses penyelenggaraan Pemilu 2024 sudah berjalan. Sehingga, perubahan yang bersifat mendasar seperti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup di tengah proses tahapan pemilu akan menimbulkan gejolak.
"Berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik maupun masyarakat," ucap Bahtiar di hadapan sembilan hakim konstitusi.
Pemerintah menyampaikan proses penyelenggaraan sistem pemilihan terbuka sudah dilakukan sejak 2004. Harapannya, wakil yang terpilih tidak hanya mementingkan kepentingan parpol.
Dengan sistem proporsional terbuka, terang Bahtiar, rakyat secara bebas dapat memilih dan menentukan caleg. Hal itu akan lebih sederhana sebab wakil rakyat yang berhak terpilih adalah calon yang memiliki dukungan rakyat paling banyak.
"Lebih adil tidak hanya bagi caleg tapi juga masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Pilihan atas sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu merupakan hasil musyarawah pembentuk undang-undang dengan memerhatikan proses transisi demokrasi Indonesia yang memerlukan penguatan subsistem politik," tutur Bahtiar.
Jakarta: Perwakilan Anggota DPR dari Fraksi NasDem Taufik Basari mengapresiasi sikap pemerintah yang meminta
Mahkamah Konstitusi (MK) mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka. Hal itu ia sampaikan seusai sidang gugatan sistem proporisonal terbuka.
"Pemerintah sejalan dengan DPR. Proporsional terbuka saat ini masih satu sistem yang terbaik dan hal ini merupakan
open legal policy (kebijakan terbuka pembuat UU) untuk memilih sistem yang mana," terang Tobas, sapaanya, di ruang sidang MK, Kamis, 26 Januari 2023.
Ia mengatakan pembentuk UU melalui Undang-Undang Nomor 7Tahun 2017 tentang Pemilu sudah menyepakati pemilu menggunakan
sistem proporsional terbuka. Saat pengesahan UU Pemilu, terang Tobas, seluruh fraksi di DPR sepakat memilih sistem proporsional terbuka. Ia mengingatkan agar kesepakatan bersama itu tetap menjadi komiten fraksi-fraksi di DPR RI.
Pada sidang perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, DPR telah memberikan keterangan di MK. Pada intinya, DPR meminta MK untuk konsisten terhadap putusan Nomor 22/24/PUU-VI/2008, sehingga pemilu tetap pada proporsional terbuka.
Hanya fraksi PDI Perjuangan yang memiliki pendapat berbeda dengan pandangan DPR. Mengenai keterangan PDI Perjuangan, Tobas menjelaskan Mahkamah yang berwenang menilai soal itu.
"Kita berharap keterangan ini bisa menjadi bahan bagi MK untuk memberikan putusannya," ucap Tobas.
Pemerintah diwakili Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Polpum) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menyampaikan proses penyelenggaraan
Pemilu 2024 sudah berjalan. Sehingga, perubahan yang bersifat mendasar seperti sistem pemilu dari terbuka menjadi tertutup di tengah proses tahapan pemilu akan menimbulkan gejolak.
"Berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik maupun masyarakat," ucap Bahtiar di hadapan sembilan hakim konstitusi.
Pemerintah menyampaikan proses penyelenggaraan sistem pemilihan terbuka sudah dilakukan sejak 2004. Harapannya, wakil yang terpilih tidak hanya mementingkan kepentingan parpol.
Dengan sistem proporsional terbuka, terang Bahtiar, rakyat secara bebas dapat memilih dan menentukan caleg. Hal itu akan lebih sederhana sebab wakil rakyat yang berhak terpilih adalah calon yang memiliki dukungan rakyat paling banyak.
"Lebih adil tidak hanya bagi caleg tapi juga masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Pilihan atas sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu merupakan hasil musyarawah pembentuk undang-undang dengan memerhatikan proses transisi demokrasi Indonesia yang memerlukan penguatan subsistem politik," tutur Bahtiar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)