Jakarta: Fraksi NasDem DPR ingin ambang batas parlemen menjadi 7 persen. Ini untuk menyederhanakan partai di Parlemen.
"Kita ingin melakukan sebuah proses penyederhanaan kepartaian secara alamiah," kata Sekretaris Fraksi NasDem DPR, Saan Mustopa kepada Medcom.id, Selasa, 4 Februari 2020.
Wakil Ketua Komisi II itu menyebut penyederhanaan untuk mendukung sistem presidensial yang dianut Indonesia. Sehingga, pemerintahan bisa berjalan efektif.
"Tidak seperti sekarang yang multipartai. Jadi tidak efesien dalam proses sistem pemerintahan presidensial," tutur dia.
Saan menuturkan poin lain yang diinginkan dibahas dalam Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait wacana penerapan rekapitulasi elektronik (e-rekap). Penerapan e-Rekap dinilai bisa membuat pemilu lebih efesien, efektif, dan transparan.
Dia yakin penerapan e-rekap bisa terlaksana pada Pemilu 2024. Sebagian besar wilayah Indonesia sudah tersentuh jaringan teknologi informasi.
"Kalaupun tidak (bisa e-rekap) kan masih ada rekap konvensional yang ditempel. Yang dikirim itu kan nanti semacam fotonya. Tapi kalau misal ada dispute (perselisihan) dalam perjalanan kan masih ada bukti fisik tadi," kata dia.
Namun, NasDem tetap ingin sistem proporsional terbuka. Sistem itu dinilai bisa mengakomodasi dua kepentingan, yaitu partai dan rakyat.
"Partai diberi keleluasaan untuk menempatkan calon terbaiknya dan rakyat diberikan pilihan tahu secara langsung yang mereka pilih," kata dia.
Sementara, NasDem tidak berencana mengubah ambang batas pencalonan presiden. "Kita tetap 20 persen lah," ujar dia.
Jakarta: Fraksi NasDem DPR ingin ambang batas parlemen menjadi 7 persen. Ini untuk menyederhanakan partai di Parlemen.
"Kita ingin melakukan sebuah proses penyederhanaan kepartaian secara alamiah," kata Sekretaris Fraksi NasDem DPR, Saan Mustopa kepada
Medcom.id, Selasa, 4 Februari 2020.
Wakil Ketua Komisi II itu menyebut penyederhanaan untuk mendukung sistem presidensial yang dianut Indonesia. Sehingga, pemerintahan bisa berjalan efektif.
"Tidak seperti sekarang yang multipartai. Jadi tidak efesien dalam proses sistem pemerintahan presidensial," tutur dia.
Saan menuturkan poin lain yang diinginkan dibahas dalam
Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait wacana penerapan rekapitulasi elektronik (e-rekap). Penerapan e-Rekap dinilai bisa membuat pemilu lebih efesien, efektif, dan transparan.
Dia yakin penerapan e-rekap bisa terlaksana pada Pemilu 2024. Sebagian besar wilayah Indonesia sudah tersentuh jaringan teknologi informasi.
"Kalaupun tidak (bisa e-rekap) kan masih ada rekap konvensional yang ditempel. Yang dikirim itu kan nanti semacam fotonya. Tapi kalau misal ada
dispute (perselisihan) dalam perjalanan kan masih ada bukti fisik tadi," kata dia.
Namun, NasDem tetap ingin sistem proporsional terbuka. Sistem itu dinilai bisa mengakomodasi dua kepentingan, yaitu partai dan rakyat.
"Partai diberi keleluasaan untuk menempatkan calon terbaiknya dan rakyat diberikan pilihan tahu secara langsung yang mereka pilih," kata dia.
Sementara, NasDem tidak berencana mengubah ambang batas pencalonan presiden. "Kita tetap 20 persen lah," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)