Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. MI/Barry Fathahillah
Ilustrasi Kompleks Parlemen Senayan. MI/Barry Fathahillah

DPR Diminta Libatkan Banyak Pihak dalam Pembahasan RUU DKJ

Akmal Fauzi • 05 Maret 2024 23:07
Jakarta: DPR diminta melibatkan banyak pihak dalam membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), termasuk budayawan Betawi. Sebab, Jakarta tidak bisa berdiri sendiri untuk mengatasi persoalan, termasuk dalam pelestarian budaya Betawi.
 
"Masyarakat Betawi tidak hanya Jakarta, tapi ada di daerah penyangganya," ujar tokoh dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), Yahya Andi Saputra, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
 
Dengan pelibatan banyak pihak ini, diharapkan bisa mengatur sinergisitas dalam pemajuan dan pembangunan kebudayaan Betawi melalui mekanisme pemetaan urusan dan kelembagaan.

"Selama ini kami hanya tinggal terima jadi ketika ada aturan. Jadi saya berharap masukan dari berbagai pihak termasuk budayawan Betawi bisa dilibatkan," ujar dia.
 
Baca Juga: RUU Daerah Khusus Jakarta Segera Dibahas Pemerintah dan DPR

Dia tidak mempersoalkan mekanisme pemilihan kepala daerah dalam RUU DKJ dengan sistem ditunjuk presiden atau melalui pemilihan langsung. Baginya, siapa pun pemimpin nantinya bisa melestarikan budaya Betawi.
 
"Bukan jadi soal kalau pemilihan langsung atau ditunjuk. Yang penting dia peduli sama budaya," ujar dia.

Daerah Penyangga Jakarta

Sementara itu, pengamat tata kota, Nirwono Joga, menyampaikan pembahasan RUU DKJ harus melibatkan daerah penyangga untuk sinkronisasi program strategis kawasan. Keberadaan Dewan Kawasan Aglomerasi yang nantinya dipimpin Wakil Presiden tidak cukup kuat mengatasi persoalan, seperti banjir dan kemacetan.
 
Salah satu hal yang diatur RUU DKJ ialah mengenai kawasan aglomerasi yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Kawasan aglomerasi dibentuk untuk menyinkronkan pembangunan Jakarta dengan wilayah sekitarnya, dan mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional di wilayah itu.
 
Dia mengatakan Dewan Aglomerasi tidak akan ada bedanya dengan Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur yang diketuai bergantian antara Gubernur Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Masing-masing daerah, kata Nirwono, memiliki cara pandang dan kepentingan berbeda-beda dalam mengatasi persoalan.
 
"Pengalaman BKSP penyebab utamamya adalah kepala daerah berbda partai politik. Sering kali program dilakukan karana beda kepentingan," kata Nirwono Joga.
 
Dia mencontohkan dalam program pengendalian banjir, Jakarta meminta kawasan Puncak dan Cianjur masuk dalam kawasan konservasi air dan tanah agar pengendalian banjir diseleaikan dari hulu ke hilir. Faktanya, kata Nirwono, izin vila dan hotel masih banyak diberikan di kawasan Puncak dan Cianjur.
 
"Ujungnya mereka berpandangan ini untuk kepentingan PAD (pendapatan asli daerah). Beda cara pandang, beda kepentingan. Penyelarasan tata ruang Jakarta dengan daerah penyangga itu selalu mentok," kata dia.
 
Dari berbagai persoalan itu, Nirwono tidak yakin Dewan Aglomerasi yang akan dibentuk bisa menyelaraskan berbagai program kawasan. "Kalau Wapres bilang harus seperti ini, lalu tidak dijalankan, apa ada sanksi? Itu masih jadi persoalan," kata Nirwono.
 
Dia menekankan pembahasan RUU DKJ bisa memasukkan daerah penyangga ke dalamnya. Nirwono berpandangan RUU DKJ diganti menjadi RUU Jakarta Raya yang akan dipimpin satu kepala daerah. Pimpinan daerah penyangga bisa ditunjuk langsung seperti lima kota dan satu kabupaten administrasi DKI Jakarta saat ini.
 
"Tentu gesekannya nanti dari sisi politiknya. Apakah presiden berani? Kalau sudah digabung menjadi Jakarta Raya semua persoalan bisa diselesaikan karena satu pemahaman, satu pandangan, satu kepentingan. Kita harus menyadari kehidupan di Jabodetabekpunjur itu sudah jadi satu kesatuan, karena Jakarta tidak bisa berdiri sendiri," ujar dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan