Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya mendapati program penurunan tingkat kemiskinan yang belum optimal. Baik di tingkat instansi pemerintah pusat maupun daerah.
"Setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden (Presiden Joko Widodo) jelas, yaitu anggaran yang ada bisa dibelanjakan untuk program yang berdampak langsung ke warga," ujar Anas melalui keterangan tertulis, Minggu, 29 Januari 2023.
Anas menambahkan Kemenpan RB setiap hari menerima tamu dari berbagai pemerintah daerah (pemda) untuk berkonsultasi soal indeks reformasi birokrasi dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang memuat indikator program kemiskinan.
"Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra, sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda," jelas dia.
Dia menyampaikan jumlah itu baru dari satu pemda. Sedangkan, setiap hari bisa 10 pemda yang datang untuk konsultasi.
"Sudah berapa biayanya. Maka sekarang konsultasi dan sebagainya kita online-kan, setiap hari ada konsultasi via online, untuk menghemat agar pemda-pemda tidak perlu ke Jakarta. Lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak," ujar Anas.
Dia menjelaskan pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi terkait jabatan fungsional secara hibrida di hadapan kementerian/lembaga dan pemda beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan.
Saat itu, Anas memaparkan logical framework pemda soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Bila golnya pengentasan kemiskinan, programnya adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.
"Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Inginnya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan," jelas dia.
Selain itu, lanjut dia, ada pula yang ingin mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi. Di sisi lain, pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan Presiden Joko Widodo jelas bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana.
"Setiap rupiah dampaknya harus optimal," ujar Anas.
Anas sering mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. "Bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogianya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai," terang dia.
Ketika menjelaskan contoh logical framework, kata Anas, timbul persepsi bahwa anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding. "Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat," ujar Anas.
Anas menambahkan pemerintah terus mengakselerasi program reformasi birokrasi (RB) tematik pengentasan kemiskinan sebagai dukungan penguatan tata kelola birokrasi untuk mencapai target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen pada 2024.
Per September 2022, berdasarkan data BPS, kemiskinan Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen.
"Target kemiskinan pada 2024 adalah 7 persen. Artinya bila mengacu data per September 2022, dalam dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2 persen per tahun sehingga bisa mencapai 7 persen pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan," ujar Anas.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi, sambung dia, menginstruksikan seluruh komponen pemerintah dari pusat ke daerah bergerak selaras. "Dalam konteks Kementerian PANRB, kita ditugasi soal tata kelola birokrasinya. Maka salah satu langkahnya, mulai tahun ini, berbagai penilaian reformasi birokrasi kita bikin lebih terfokus melalui isu-isu tematik. Salah satunya soal penanggulangan kemiskinan," tutur dia.
Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya mendapati program penurunan tingkat
kemiskinan yang belum optimal. Baik di tingkat instansi pemerintah pusat maupun daerah.
"Setelah kita pilah, ada sejumlah instansi, terutama di daerah, yang program kemiskinannya belum sepenuhnya berdampak optimal. Misal ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden (Presiden Joko Widodo) jelas, yaitu anggaran yang ada bisa dibelanjakan untuk program yang berdampak langsung ke warga," ujar Anas melalui keterangan tertulis, Minggu, 29 Januari 2023.
Anas menambahkan
Kemenpan RB setiap hari menerima tamu dari berbagai
pemerintah daerah (pemda) untuk berkonsultasi soal indeks reformasi birokrasi dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) yang memuat indikator program kemiskinan.
"Tentu biaya perjalanan dinas harus dipilah. Mana yang perlu, mana yang tidak. Seperti pekan lalu, kami menerima jajaran pemkab dari Sumatra, sangat jauh daerahnya, untuk konsultasi soal reformasi birokrasi tematik kemiskinan. Ada 5-10 orang dari pemda," jelas dia.
Dia menyampaikan jumlah itu baru dari satu pemda. Sedangkan, setiap hari bisa 10 pemda yang datang untuk konsultasi.
"Sudah berapa biayanya. Maka sekarang konsultasi dan sebagainya kita
online-kan, setiap hari ada konsultasi via
online, untuk menghemat agar pemda-pemda tidak perlu ke Jakarta. Lebih baik anggarannya dialihkan menambah alokasi pemberdayaan yang langsung berdampak," ujar Anas.
Dia menjelaskan pernyataan soal anggaran kemiskinan disampaikan ketika sosialisasi terkait jabatan fungsional secara hibrida di hadapan kementerian/lembaga dan pemda beberapa hari lalu. Ketika itu, konteksnya adalah membangun
logical framework yang jelas soal reformasi birokrasi tematik pengentasan kemiskinan.
Saat itu, Anas memaparkan
logical framework pemda soal pengentasan kemiskinan harus fokus. Bila golnya pengentasan kemiskinan, programnya adalah peningkatan daya beli warga hingga meningkatkan akses murah terkait pendidikan untuk mengurangi beban pengeluaran keluarga menengah ke bawah.
"Saat itulah saya sampaikan ada program instansi pemerintah yang belum selaras. Inginnya mengurangi kemiskinan, tetapi sebagian programnya studi banding dan diseminasi atau rapat sosialisasi program kemiskinan. Jadi bukan semua studi banding atau rapat, tapi sebagian ada, sehingga belum sepenuhnya selaras dengan tujuan," jelas dia.
Selain itu, lanjut dia, ada pula yang ingin mengurangi stunting, tapi kegiatannya sosialisasi gizi. Di sisi lain, pembelian makanan untuk bayi malah tidak dialokasikan. Padahal arahan Presiden Joko Widodo jelas bahwa di tengah tantangan fiskal yang ada, instansi termasuk di daerah harus cermat membelanjakan dana.
"Setiap rupiah dampaknya harus optimal," ujar Anas.
Anas sering mencontohkan dampak program yang kurang optimal, seperti tujuannya pelestarian sungai, tetapi kegiatan di daerah adalah seminar soal revitalisasi sungai. "Bukan berarti seminar tidak penting, tetapi dengan anggaran terbatas seyogianya untuk membeli bibit pohon untuk ditanam di daerah sekitar sungai," terang dia.
Ketika menjelaskan contoh
logical framework, kata Anas, timbul persepsi bahwa anggaran kemiskinan tersedot untuk rapat dan studi banding. "Padahal kami mencontohkan sebagian logical framework yang belum selaras, bukan menyebutkan anggaran habis untuk rapat," ujar Anas.
Anas menambahkan pemerintah terus mengakselerasi program reformasi birokrasi (RB) tematik pengentasan kemiskinan sebagai dukungan penguatan tata kelola birokrasi untuk mencapai target penurunan kemiskinan menjadi 7 persen pada 2024.
Per September 2022, berdasarkan data BPS, kemiskinan Indonesia sebesar 9,57 persen, menurun dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 sebesar 9,71 persen.
"Target kemiskinan pada 2024 adalah 7 persen. Artinya bila mengacu data per September 2022, dalam dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2 persen per tahun sehingga bisa mencapai 7 persen pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan," ujar Anas.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi, sambung dia, menginstruksikan seluruh komponen pemerintah dari pusat ke daerah bergerak selaras. "Dalam konteks Kementerian PANRB, kita ditugasi soal tata kelola birokrasinya. Maka salah satu langkahnya, mulai tahun ini, berbagai penilaian reformasi birokrasi kita bikin lebih terfokus melalui isu-isu tematik. Salah satunya soal penanggulangan kemiskinan," tutur dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)