medcom.id, Jakarta: Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) mengatakan, dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, nilai-nilai Pancasila terus memudar. Terdapat lima pokok permasalahan yang menyebabkan masalah ini.
"Menurut Yudi Latief (Ketua UKP-PIP), pokok pertama adalah pemahaman," kata Deputi bidang Pengendalian dan Evaluasi UKP-PIP Silverius Yoseph Soeharso dalam pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa tahun ajaran 2017/2018 di Universitas Pancasila, Jakarta, Senin 28 Agustus 2017.
Silverius menjelaskan, sejak era reformasi bergulir, terjadi defisit pengetahuan terkait Pancasila. Pasalnya, seluruh struktur dan bangunan yang mengimplementasikan Pancasila dihapuskan.
"Salah satunya BP7. Beberapa Undang-undang yang mengatur itu dan sejumlah TAP banyak yang tidak diberlakukan lagi. Ada sekitar 100 juta pemuda usia sekitar 19 tahun yang mengalami tuna Pancasila," ujar dia.
Silverius berharap, ada mata kuliah khusus di perguruan tinggi terkait Pancasila sebagai ideologi bangsa. Hal ini diharapkan dapat mengatasi defisit pengetahuan tentang Pancasila.
"Tanpa Pancasila, Indonesia tidak ada. Permasalahan pertama adalah pemahaman. Bagaimana mungkin kita berkeyakinan, tanpa pemahaman? Bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan tanpa pemahaman yang baik," ucap dia.
Permasalahan kedua, lanjut Silverius, eksklusifisme. Yaitu, maraknya kelompok yang menganggap lebih baik dan kuat daripada kelompok lain. Terutama kelompok yang berdasarkan primordialisme.
"Aku dan kami lebih kuat daripada kekitaan. Harusnya kalau kita mau memajukan bangsa ini, kita. Kita Pancasila. Kita Indonesia. Jangan saya Pancasila, jangan Saya Indonesia. Kita ubah, Kita Pancasila dan Kita Indonesia," ucap dia.
Kemudian permasalahan yang ketiga adalah kesenjangan sosial. Para pemuda, pinta Silverius, terutama mahasiswa yang belajar di kampus, harus mencari cara ampuh mengurangi kesenjangan sosial yang terus melebar.
"Banyak macam strategi untuk mengurangi kesenjangan," ujar dia.
Pelembagaan atau institusionalisasi menjadi permasalahan keempat. Silverius membuktikan banyaknya aturan perundang-undangan yang terpaksa dibatalkan karena tidak mengacu pada UUD 1945 dan Pancasila.
"Sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila. Jadi semuanya harus mengarah kepada Pancasila sebagai roh untuk membuat Undang-undang," ujar dia.
Permasalahan terakhir adalah keteladanan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Semua pihak yang merasa telah Pancasilais harus menjadi role model bagi sekitarnya, kapanpun dan di manapun.
"Tidak Pancasilais jika melawan arus lalu lintas, membuang puntung rokok sembarangan, melakukan bullying fisik dan psikologis, pejabat yang korupsi dan lain-lain. Jadi kita harus mulai dari diri sendiri," ucap dia.
Upaya
Silverius mengungkapkan, berbagai upaya agar nilai-nilai Pancasila dapat menguat di setiap tumpah darah Indonesia. Pertama mata kuliah khusus Pancasila harus masuk dalam semua kurikulum perguruan tinggi di Indonesia.
"Kedua, agar kita tidak eksklusif, kita membangun program yang namanya inklusi sosial. Misalnya membersihkan selokan sebagai wujud sederhana gotong royong," ucap dia.
Para pemuda harus mau bergaul dengan banyak orang. Tidak boleh ada yang menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa banyak berinteraksi dengan orang lain.
"Perbanyak ruang perjumpaan antar anak bangsa yang berbeda baik dari suku, agama dan lain-lain," ujar dia.
Untuk permasalahan kesenjangan sosial, pemberdayaan masyarakat perlu segera dilakukan. Di lingkungan kampus bisa dengan menggalakkan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) yang benar-benar berdampak bagi daerah yang dijadikan lokasi KKN.
"Pancasila mengatasi kesulitan masyarakat. Bukan didiskursuskan di ruang-ruang kelas. Kemudian problem pelembagaan, akan ada kajian meluruskan kembali seluruh peraturan dan lembaganya. MPR yang akan didorong menjadi lembaga tertinggi kembali," ungkap dia.
Terakhir keteladanan. Seharusnya rakyat Indonesia dapat mencontohkan pejuang bangsa sendiri. Mereka, kata Silverius, telah membuktikan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
"Sebagai contoh misalnya antara Moh. Natsir dengan I.J. Kasimo. Walaupun berbeda ideologi, tapi dalam keseharian mereka bisa saling menolong, naik sepeda bareng, cari indekos bareng bahkan bisa mencari calon istri bareng-bareng. Itu luar biasa," ucap dia.
Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono menambahkan, pihaknya memang sengaja memberikan pembekalan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dimulai saat mereka resmi menjadi mahasiswa baru dan selama proses pendidikan berlangsung.
"Kemudian dalam rangka mencegah mahasiswa baru untuk mengikuti ajakan radikalisme dan terorisme, kami menghadirkan BNPT dan juga BNN terkait pencegahan narkoba," ucap dia.
medcom.id, Jakarta: Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) mengatakan, dalam kurun waktu 19 tahun terakhir, nilai-nilai Pancasila terus memudar. Terdapat lima pokok permasalahan yang menyebabkan masalah ini.
"Menurut Yudi Latief (Ketua UKP-PIP), pokok pertama adalah pemahaman," kata Deputi bidang Pengendalian dan Evaluasi UKP-PIP Silverius Yoseph Soeharso dalam pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa tahun ajaran 2017/2018 di Universitas Pancasila, Jakarta, Senin 28 Agustus 2017.
Silverius menjelaskan, sejak era reformasi bergulir, terjadi defisit pengetahuan terkait Pancasila. Pasalnya, seluruh struktur dan bangunan yang mengimplementasikan Pancasila dihapuskan.
"Salah satunya BP7. Beberapa Undang-undang yang mengatur itu dan sejumlah TAP banyak yang tidak diberlakukan lagi. Ada sekitar 100 juta pemuda usia sekitar 19 tahun yang mengalami tuna Pancasila," ujar dia.
Silverius berharap, ada mata kuliah khusus di perguruan tinggi terkait Pancasila sebagai ideologi bangsa. Hal ini diharapkan dapat mengatasi defisit pengetahuan tentang Pancasila.
"Tanpa Pancasila, Indonesia tidak ada. Permasalahan pertama adalah pemahaman. Bagaimana mungkin kita berkeyakinan, tanpa pemahaman? Bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan tanpa pemahaman yang baik," ucap dia.
Permasalahan kedua, lanjut Silverius, eksklusifisme. Yaitu, maraknya kelompok yang menganggap lebih baik dan kuat daripada kelompok lain. Terutama kelompok yang berdasarkan primordialisme.
"Aku dan kami lebih kuat daripada kekitaan. Harusnya kalau kita mau memajukan bangsa ini, kita. Kita Pancasila. Kita Indonesia. Jangan saya Pancasila, jangan Saya Indonesia. Kita ubah, Kita Pancasila dan Kita Indonesia," ucap dia.
Kemudian permasalahan yang ketiga adalah kesenjangan sosial. Para pemuda, pinta Silverius, terutama mahasiswa yang belajar di kampus, harus mencari cara ampuh mengurangi kesenjangan sosial yang terus melebar.
"Banyak macam strategi untuk mengurangi kesenjangan," ujar dia.
Pelembagaan atau institusionalisasi menjadi permasalahan keempat. Silverius membuktikan banyaknya aturan perundang-undangan yang terpaksa dibatalkan karena tidak mengacu pada UUD 1945 dan Pancasila.
"Sumber dari segala sumber hukum adalah Pancasila. Jadi semuanya harus mengarah kepada Pancasila sebagai roh untuk membuat Undang-undang," ujar dia.
Permasalahan terakhir adalah keteladanan dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila. Semua pihak yang merasa telah Pancasilais harus menjadi role model bagi sekitarnya, kapanpun dan di manapun.
"Tidak Pancasilais jika melawan arus lalu lintas, membuang puntung rokok sembarangan, melakukan bullying fisik dan psikologis, pejabat yang korupsi dan lain-lain. Jadi kita harus mulai dari diri sendiri," ucap dia.
Upaya
Silverius mengungkapkan, berbagai upaya agar nilai-nilai Pancasila dapat menguat di setiap tumpah darah Indonesia. Pertama mata kuliah khusus Pancasila harus masuk dalam semua kurikulum perguruan tinggi di Indonesia.
"Kedua, agar kita tidak eksklusif, kita membangun program yang namanya inklusi sosial. Misalnya membersihkan selokan sebagai wujud sederhana gotong royong," ucap dia.
Para pemuda harus mau bergaul dengan banyak orang. Tidak boleh ada yang menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa banyak berinteraksi dengan orang lain.
"Perbanyak ruang perjumpaan antar anak bangsa yang berbeda baik dari suku, agama dan lain-lain," ujar dia.
Untuk permasalahan kesenjangan sosial, pemberdayaan masyarakat perlu segera dilakukan. Di lingkungan kampus bisa dengan menggalakkan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) yang benar-benar berdampak bagi daerah yang dijadikan lokasi KKN.
"Pancasila mengatasi kesulitan masyarakat. Bukan didiskursuskan di ruang-ruang kelas. Kemudian problem pelembagaan, akan ada kajian meluruskan kembali seluruh peraturan dan lembaganya. MPR yang akan didorong menjadi lembaga tertinggi kembali," ungkap dia.
Terakhir keteladanan. Seharusnya rakyat Indonesia dapat mencontohkan pejuang bangsa sendiri. Mereka, kata Silverius, telah membuktikan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
"Sebagai contoh misalnya antara Moh. Natsir dengan I.J. Kasimo. Walaupun berbeda ideologi, tapi dalam keseharian mereka bisa saling menolong, naik sepeda bareng, cari indekos bareng bahkan bisa mencari calon istri bareng-bareng. Itu luar biasa," ucap dia.
Rektor Universitas Pancasila Wahono Sumaryono menambahkan, pihaknya memang sengaja memberikan pembekalan nilai-nilai Pancasila. Hal ini dimulai saat mereka resmi menjadi mahasiswa baru dan selama proses pendidikan berlangsung.
"Kemudian dalam rangka mencegah mahasiswa baru untuk mengikuti ajakan radikalisme dan terorisme, kami menghadirkan BNPT dan juga BNN terkait pencegahan narkoba," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)