Jakarta: Pelanggaran sistem merit oleh Aparatut Sipil Negara (ASN) di era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diklaim telah berkurang. Hal ini berdampak pada menurunnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) oleh oknum ASN.
Sistem merit merupakan kebijakan dan manajemen aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Hal ini mulai diperketat sejak pemerintahan Jokowi-JK empat tahun lalu.
Menurut Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Bambang, aturan terhadap ASN dulu tak ketat. Alhasil, pelanggaran sistem merit yang berujung kepada praktik KKN terus terjadi.
Praktik KKN itu juga dinilai muncul karena adanya pemilihan kepala daerah (pilkada). Itu membuat ada ASN yang mendukung dan tak mendukung calon tertentu. Begitu calon yang didukung menang, bukan barang sulit bagi ASN untuk naik jabatan, sedangkan ASN yang tak sejalan dengan kepala daerah terbuang.
"Sistem merit rusak di situ," kata Bambang kepada Medcom.id, Jumat, 19 Oktober 2018.
Pemerintahan saat ini kemudian memperketat aturan terhadap ASN. Tak hanya itu, ASN juga diawasi dengan ketat oleh Komisi ASN.
Pengetatan aturan itu membuat praktik KKN yang melibatkan ASN dan kepala daerah berkurang. Sebab, mereka menjadi tak bisa asal mengangkat jabatan ASN dan harus taat kepada undang-undang.
Baca: Kejaksaan Kawal Program Pembangunan Nasional
"UU mengatakan kalau tidak taat ada sanksinya," ucap dia.
Menurut dia, sanksi kepada ASN dan kepala daerah yang melanggar aturan juga tegas. Misalnya, ada ASN yang terlibat kasus korupsi dan prosesnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, kepala daerah diminta untuk segera memberhentikan ASN tersebut secara tidak hormat. Selama ini, kata dia, banyak kepala daerah yang mengulur pemberhentian itu.
Pemerintah pun menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Dalam aturan itu, kepala daerah akan disanksi bila tak lekas memberhentikan ASN yang bermasalah. "Jadi kita sudah mulai tegas."
Baca: Empat Tahun Menjamin Tegaknya Poros Pemerintahan
Menurut dia, aturan itu cukup efektif. Dia menduga ASN dan kepala daerah akan banyak tertangkap karena praktik KKN.
"Tapi sekarang sudah jauh berkurang dibandingkan dulu. Jadi ini sudah ada tren membaik. Misalnya pelanggaran sistem merit sudah banyak berkurang juga. Artinya kepala daerah sudah banyak yang menyadari," kata dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/dN6nM5PN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Pelanggaran sistem merit oleh Aparatut Sipil Negara (ASN) di era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla diklaim telah berkurang. Hal ini berdampak pada menurunnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) oleh oknum ASN.
Sistem merit merupakan kebijakan dan manajemen aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar. Hal ini mulai diperketat sejak pemerintahan Jokowi-JK empat tahun lalu.
Menurut Asisten Deputi Pembinaan Integritas dan Penegakan Disiplin Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Bambang, aturan terhadap ASN dulu tak ketat. Alhasil, pelanggaran sistem merit yang berujung kepada praktik KKN terus terjadi.
Praktik KKN itu juga dinilai muncul karena adanya pemilihan kepala daerah (pilkada). Itu membuat ada ASN yang mendukung dan tak mendukung calon tertentu. Begitu calon yang didukung menang, bukan barang sulit bagi ASN untuk naik jabatan, sedangkan ASN yang tak sejalan dengan kepala daerah terbuang.
"Sistem merit rusak di situ," kata Bambang kepada
Medcom.id, Jumat, 19 Oktober 2018.
Pemerintahan saat ini kemudian memperketat aturan terhadap ASN. Tak hanya itu, ASN juga diawasi dengan ketat oleh Komisi ASN.
Pengetatan aturan itu membuat praktik KKN yang melibatkan ASN dan kepala daerah berkurang. Sebab, mereka menjadi tak bisa asal mengangkat jabatan ASN dan harus taat kepada undang-undang.
Baca: Kejaksaan Kawal Program Pembangunan Nasional
"UU mengatakan kalau tidak taat ada sanksinya," ucap dia.
Menurut dia, sanksi kepada ASN dan kepala daerah yang melanggar aturan juga tegas. Misalnya, ada ASN yang terlibat kasus korupsi dan prosesnya sudah berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, kepala daerah diminta untuk segera memberhentikan ASN tersebut secara tidak hormat. Selama ini, kata dia, banyak kepala daerah yang mengulur pemberhentian itu.
Pemerintah pun menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri. Dalam aturan itu, kepala daerah akan disanksi bila tak lekas memberhentikan ASN yang bermasalah. "Jadi kita sudah mulai tegas."
Baca: Empat Tahun Menjamin Tegaknya Poros Pemerintahan
Menurut dia, aturan itu cukup efektif. Dia menduga ASN dan kepala daerah akan banyak tertangkap karena praktik KKN.
"Tapi sekarang sudah jauh berkurang dibandingkan dulu. Jadi ini sudah ada tren membaik. Misalnya pelanggaran sistem merit sudah banyak berkurang juga. Artinya kepala daerah sudah banyak yang menyadari," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DMR)