Ilustrasi sejumlah perempuan yang tergabung dalam Srikandi Pekat melakukan aksi demo di halaman PN Jakarta Selatan--Antara/RENO ESNIR
Ilustrasi sejumlah perempuan yang tergabung dalam Srikandi Pekat melakukan aksi demo di halaman PN Jakarta Selatan--Antara/RENO ESNIR

Menteri Puan Ajak Peneliti Ikut Jadi Bagian Gerakan Revolusi Mental

K. Yudha Wirakusuma • 11 Maret 2015 20:38
medcom.id, Jakarta: Para peneliti diminta ikut menjadi bagian dari gerakan Revolusi Mental. Peneliti-peneliti Indonesia hendaknya menjadi motor penggerak dalam membangun Indonesia yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian.
 
"Hal ini penting agar kegiatan riset dan inovasi lebih terarah dan disinergikan juga dengan program pengembangan science and techno park, yang dikembangkan oleh perguruan tinggi yang ditugaskan sebagai center of excellence,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani di Jakarta, Rabu (11/3/2015).
 
Puan mengatakan, grand design riset jangka panjang hingga 2035 perlu dikembangkan. Itu semata-mata untuk menghadapi tantangan ke depan, terkait ketersediaan energi, pangan kesehatan, lingkungan, dan perubahan iklim.

"Peran institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai belum optimal. Belum ada konsep yang efektif yang menjadi jembatan antara penyedia dan pengguna hasil riset,” terangnya.
 
Lebih lanjut Puan berharap Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mampu melakukan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Saat ini pemerintah berkomitmen menaikkan anggaran penelitian dan pengembangan inovasi.
 
“Pemerintah berkomitmen untuk menaikkan anggaran penelitian dan pengembangan inovasi. Hal ini menjadi suatu kesempatan untuk meningkatkan performa dan produktivitas karya riset, sehingga implikasi teknologi bagi masyarakat pada lima tahun ke depan dapat diandalkan,” paparnya.
 
Salah satu tantangan klasik yang kerap menerpa lembaga penelitian di Indonesia, lanjutnya, adalah keterbatasan dana. Akselerasi perkembangan riset dan teknologi di Indonesia tidak sepesat di negara-negara maju yang mendapatkan kucuran dana yang tinggi.
 
Persentase anggaran untuk kegiatan riset sejauh ini masih didominasi anggaran pemerintah, yaitu 81,1 persen. Sedangkan swasta 14,3 persen dan perguruan tinggi 4,6 persen. Secara keseluruhan, anggaran riset di Indonesia hanya berkisar 0,08 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, menurut  rekomendasi United Nations Educational Scientific and Cultural Organisation (UNESCO), rasio anggaran Iptek yang memadai adalah sebesar 2 persen dari PDB.
 
Oleh karena itu, sambung Puan, sudah saatnya swasta ikut didorong dengan memberikan insentif agar membelanjakan lebih besar lagi untuk kegiatan riset dan inovasi. Puan mengutip laporan World Economic Forum (WEF), Indeks Kompetitif Global Indonesia pada 2014/2015 berada di peringkat ke-34, naik dibandingkan 2013/2014 di peringkat 38.
 
Namun, dari 12 pilar Indeks Kompetitif Global, Indonesia masih harus memacu empat pilar yang masih tertinggal, yaitu: infrastruktur, kesiapan teknologi, pendidikan tinggi dan training, dan inovasi.
 
Dia berharap, peringkat daya saing Indonesia akan terus meningkat secara berkelanjutan dan semakin tinggi apabila didukung oleh penelitian, teknologi, dan inovasi yang kuat. "LIPI merupakan salah satu tumpuan dalam mengatasi kelemahan Indeks Kompetitif Global Indonesia,” terangnya.
 
Untuk menjadi negara besar dengan penelitian dan inovasi yang kuat, menurut Puan, Indonesia memerlukan dukungan sumber daya penelitian yang kuat. Di bidang SDM, jumlah peneliti dan perekayasa Indonesia masih sangat minim dibandingkan negara-negara maju.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan