medcom.id, Jakarta: Pidato kenegaraan yang Presiden Jokowi sampaikan kepada MPR pada 14 Agustus 2015 secara umum baik. Hanya saja dalam pidato yang singkat itu kekurangan kinerja Kabinet Kerja dalam menanggapi persoalan bangsa disampaikan secara argumentatif.
“Pidatonya cukup bagus, tapi ada masalah dari cara penyampaian karena cenderung argumentatif, justifikasi dan tidak berangkat dari pengakuan yang jujur atas segala kekurangan pemerintah," ujar Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad.
"Tapi lebih diarahkan bahwa akan lebih baik lagi ke depannya," sambungnya melalui surat elektronik yang metrotvnews.com terima, Sabtu (15/8/2015).
Senator asal Nusa Tenggara Barat ini menambahkan sebagian besar isi pidato Jokowi masih bicara pada tataran janji-janji akan masa depan yang lebih baik. Padahal yang paling penting adalah realita bahwa kondisi perekonomian bangsa saat ini sedang terpuruk.
“Misalnya soal listrik, beliau selalu membawa kita untuk melihat ke depan, tapi tidak ada pengakuan terhadap kondisi sekarang," ujarnya
"Berbeda dengan Pak Ketua DPD, yang bilang bahwa ada persoalan sektor listrik, pertanian, pupuk, BPJS dan lain-lain yang memerlukan langkah cepat," imbuh Farouk.
Persoalan daerah tertinggal terutama kawasan Indonesia Timur juga menjadi sorotan Guru Besar PTIK ini. Sekali ini dia menyesalkan Jokowi yang pidatonya sangat singkat sehingga kurang menggali persoalan di kawasan Indonesia Timur.
“Beliau hampir tidak berbicara tentang bicara tentang pembangunan daerah tertinggal dan Indonesia Timur, hanya sedikit soal Papua. Hanya bicara sedikit soal kereta api untuk Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Tapi daerah-daerah lain tidak disinggung,” tambahnya.
Di dalam pidatonya yang singkat di hadapan MPR, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia harus percaya diri dan optimis dalam mengatasi segala persoalan bangsa. Presiden Jokowi juga menilai Indonesia terjebak pada pemahaman bahwa melambannya perekonomian global berdampak pada perekonomian nasional adalah masalah paling utama.
medcom.id, Jakarta: Pidato kenegaraan yang Presiden Jokowi sampaikan kepada MPR pada 14 Agustus 2015 secara umum baik. Hanya saja dalam pidato yang singkat itu kekurangan kinerja Kabinet Kerja dalam menanggapi persoalan bangsa disampaikan secara argumentatif.
“Pidatonya cukup bagus, tapi ada masalah dari cara penyampaian karena cenderung argumentatif, justifikasi dan tidak berangkat dari pengakuan yang jujur atas segala kekurangan pemerintah," ujar Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad.
"Tapi lebih diarahkan bahwa akan lebih baik lagi ke depannya," sambungnya melalui surat elektronik yang metrotvnews.com terima, Sabtu (15/8/2015).
Senator asal Nusa Tenggara Barat ini menambahkan sebagian besar isi pidato Jokowi masih bicara pada tataran janji-janji akan masa depan yang lebih baik. Padahal yang paling penting adalah realita bahwa kondisi perekonomian bangsa saat ini sedang terpuruk.
“Misalnya soal listrik, beliau selalu membawa kita untuk melihat ke depan, tapi tidak ada pengakuan terhadap kondisi sekarang," ujarnya
"Berbeda dengan Pak Ketua DPD, yang bilang bahwa ada persoalan sektor listrik, pertanian, pupuk, BPJS dan lain-lain yang memerlukan langkah cepat," imbuh Farouk.
Persoalan daerah tertinggal terutama kawasan Indonesia Timur juga menjadi sorotan Guru Besar PTIK ini. Sekali ini dia menyesalkan Jokowi yang pidatonya sangat singkat sehingga kurang menggali persoalan di kawasan Indonesia Timur.
“Beliau hampir tidak berbicara tentang bicara tentang pembangunan daerah tertinggal dan Indonesia Timur, hanya sedikit soal Papua. Hanya bicara sedikit soal kereta api untuk Papua, Sulawesi dan Kalimantan. Tapi daerah-daerah lain tidak disinggung,” tambahnya.
Di dalam pidatonya yang singkat di hadapan MPR, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia harus percaya diri dan optimis dalam mengatasi segala persoalan bangsa. Presiden Jokowi juga menilai Indonesia terjebak pada pemahaman bahwa melambannya perekonomian global berdampak pada perekonomian nasional adalah masalah paling utama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)