medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 1/2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota (Perppu Pilkada). Pemohon gugatan, Yanni yang merupakan anggota DPRD Papua merasa dirugikan atas aturan ini.
Menurut kuasa hukum Yanni, Syahrul Arubusman, kilennya keberatan atas berlakunya pasal 203 ayat 1 yang berisi wakil kepala daerah otomatis naik jabatan ketika kursi kepala daerah kosong. Pasal ini dinilai menggerus hak warga untuk menjadi pemimpin daerah.
Menurut dia, Perppu Pilkada bertentangan dengan Pasal 18 ayat 4 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Aturan di konstitusi menyatakan, gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
"Ini ingin makna demokratis seperti apa? Apa wakil (kepala daerah) menggantikan langsung disebut demokratis? Atau harus mekanisme pemilihan ulang, apa itu juga demokratis? Pemohon merasa haknya tergerus," kata Syahrul dalam sidang MK, Senin (17/11/2014).
Berlakunya pasal itu, tambah Syahrul, juga menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk itu, dalam materi gugatan, pemohon meminta MK mengabulkan seluruh gugatannya. Mereka meminta MK mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan Presiden, Mendagri dan DPRD Provinsi, Kabupaten serta Kota menghentikan proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah sampai ada putusan final MK.
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang 1/2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota (Perppu Pilkada). Pemohon gugatan, Yanni yang merupakan anggota DPRD Papua merasa dirugikan atas aturan ini.
Menurut kuasa hukum Yanni, Syahrul Arubusman, kilennya keberatan atas berlakunya pasal 203 ayat 1 yang berisi wakil kepala daerah otomatis naik jabatan ketika kursi kepala daerah kosong. Pasal ini dinilai menggerus hak warga untuk menjadi pemimpin daerah.
Menurut dia, Perppu Pilkada bertentangan dengan Pasal 18 ayat 4 Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Aturan di konstitusi menyatakan, gubernur, bupati, dan wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.
"Ini ingin makna demokratis seperti apa? Apa wakil (kepala daerah) menggantikan langsung disebut demokratis? Atau harus mekanisme pemilihan ulang, apa itu juga demokratis? Pemohon merasa haknya tergerus," kata Syahrul dalam sidang MK, Senin (17/11/2014).
Berlakunya pasal itu, tambah Syahrul, juga menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk itu, dalam materi gugatan, pemohon meminta MK mengabulkan seluruh gugatannya. Mereka meminta MK mengeluarkan putusan sela yang memerintahkan Presiden, Mendagri dan DPRD Provinsi, Kabupaten serta Kota menghentikan proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah sampai ada putusan final MK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)