Jakarta: Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengkritisi penghapusan Pancasila sebagai mata pelajaran dan mata kuliah wajib. Penghapusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
"Ini merupakan peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dicegah," kata Basarah dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 April 2021.
Basarah menilai penghapusan itu bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Kepala Negara menjadikan Pancasila sebagai arus utama dalam mengelola negara sejak awal pemerintahannya.
"Sayangnya, di internal pemerintah, tidak semua aparatur negara memiliki kapasitas dan kesungguhan untuk menerjemahkan kehendak Presiden secara baik dan benar," kata dia.
Menurut Basarah, aparatur negara yang terlibat dalam penyusunan PP itu terkesan belum satu visi tentang pentingnya Pancasila. Padahal, kata dia, Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa.
Basarah menegaskan Pancasila menjadi acuan untuk menjawab tantangan seperti ekstremisme agama. Dia mengatakan generasi muda Indonesia harus memahami nilai-nilai lima sila.
"Hal ini tentu semakin mengkhawatirkan apabila pelajaran Pancasila dihilangkan dalam pendidikan di Indonesia," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Baca: BPIP: Ironis Tidak Ada Mata Pelajaran Pancasila di Kurikulum
Basarah mendorong Jokowi menginisiasi perubahan terbatas atas PP 57 Tahun 2021. Perubahan itu untuk kembali memasukkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.
"Perubahan produk peraturan yang dilakukan tidak lama setelah diundangkan dalam rangka merespons masukan publik merupakan hal lumrah," ucap Basarah.
Presiden Jokowi meneken PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Alasan dibuat peraturan tersebut, yaitu memenuhi kebutuhan standar nasional dalam pendidikan di Indonesia. Aturan itu diperlukan untuk kepentingan meningkatkan mutu pendidikan.
Namun, banyak kritik atas PP tersebut. Salah satunya dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyesalkan PP tersebut karena menghapus Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
Jakarta: Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah mengkritisi penghapusan
Pancasila sebagai mata pelajaran dan mata kuliah wajib. Penghapusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
"Ini merupakan peristiwa yang seharusnya tidak perlu terjadi dan dapat dicegah," kata Basarah dalam keterangan tertulis, Jumat, 16 April 2021.
Basarah menilai penghapusan itu bertentangan dengan semangat Presiden
Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, Kepala Negara menjadikan Pancasila sebagai arus utama dalam mengelola negara sejak awal pemerintahannya.
"Sayangnya, di internal pemerintah, tidak semua aparatur negara memiliki kapasitas dan kesungguhan untuk menerjemahkan kehendak Presiden secara baik dan benar," kata dia.
Menurut Basarah, aparatur negara yang terlibat dalam penyusunan PP itu terkesan belum satu visi tentang pentingnya Pancasila. Padahal, kata dia, Pancasila merupakan dasar dan ideologi negara untuk diajarkan kepada generasi penerus bangsa.
Basarah menegaskan Pancasila menjadi acuan untuk menjawab tantangan seperti ekstremisme agama. Dia mengatakan generasi muda Indonesia harus memahami nilai-nilai lima sila.
"Hal ini tentu semakin mengkhawatirkan apabila pelajaran Pancasila dihilangkan dalam pendidikan di Indonesia," ujar politikus PDI Perjuangan itu.
Baca:
BPIP: Ironis Tidak Ada Mata Pelajaran Pancasila di Kurikulum
Basarah mendorong Jokowi menginisiasi perubahan terbatas atas PP 57 Tahun 2021. Perubahan itu untuk kembali memasukkan Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai
mata pelajaran wajib di sekolah dan perguruan tinggi.
"Perubahan produk peraturan yang dilakukan tidak lama setelah diundangkan dalam rangka merespons masukan publik merupakan hal lumrah," ucap Basarah.
Presiden Jokowi meneken PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan. Alasan dibuat peraturan tersebut, yaitu memenuhi kebutuhan standar nasional dalam pendidikan di Indonesia. Aturan itu diperlukan untuk kepentingan meningkatkan mutu pendidikan.
Namun, banyak kritik atas PP tersebut. Salah satunya dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menyesalkan PP tersebut karena menghapus Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)