medcom.id, Jakarta: Pengamat Militer Connie Rahakundini mengungkap alasan mengapa militer selalu masuk radar partai politik (parpol) menjelang masa-masa pemilu.
Menurut Dia, sering kali partai politik tidak memiliki sistem rekrutmen dan pendidikan yang baik. Pada ujungnya, mereka tidak memiliki calon dan menjatuhkan pilihan ke militer untuk diusung dalam pemilu.
"Ada mungkin calon dari orang-orang terkenal yang diambil secara sporadis. Tetapi yang paling penting yang akan mereka ambil pasti militer karena pendidikannya, jalurnya, semuanya sudah terbentuk sehinga paling gampang melamar militer," ungkap Connie, dalam Metro Pagi Prime Time, Selasa 3 Oktober 2017.
Connie mengatakan tak masalah jika parpol menjatuhkan pilihan pada anggota militer untuk diusung dalam pemilu. Yang disesalkan, ada tendensi bahwa pengusungan calon dari militer ini justru terhadap orang yang masih mengabdikan dirinya pada negara.
Pilihannya pun tak tanggung, dari yang hanya selevel perwira menengah untuk diusung menjadi wali kota atau bupati, belakangan justru level panglima tertinggi hendak dicalonkan sebagai calon presiden saat masih memegang tongkat komando.
"Ini kan muncul sejak gerakan 212 ada wacana seolah panglima TNI diusung oleh umat muslim. Ini yang saya bilang bahaya mengaitkan dengan agama. Karena bagaimanapun TNI tidak terkait golongan, agama, atau suku tertentu, dia netral dan ini yang harus diperjuangkan," kata Connie.
Connie menyebut tahun ini menjadi ujian netralitas terberat bagi TNI. Panglima tertinggi yakni Gatot Nurmantyo terus menerus disebut akan maju di pemilu 2019 saat Dia masih menjabat sebagai orang nomor satu di TNI.
Karenanya, kata Connie, semua pihak khususnya TNI itu sendiri harus benar-benar menjaga netralitasnya. Tak bermain di ranah politik praktis apalagi turut ambil bagian untuk menguntungkan diri.
"Karena yang menjaga keutuhan NKRI itu TNI. Makanya harus dijaga netralitasnya untuk tetap mempertahankan keutuhan NKRI," jelasnya.
medcom.id, Jakarta: Pengamat Militer Connie Rahakundini mengungkap alasan mengapa militer selalu masuk radar partai politik (parpol) menjelang masa-masa pemilu.
Menurut Dia, sering kali partai politik tidak memiliki sistem rekrutmen dan pendidikan yang baik. Pada ujungnya, mereka tidak memiliki calon dan menjatuhkan pilihan ke militer untuk diusung dalam pemilu.
"Ada mungkin calon dari orang-orang terkenal yang diambil secara sporadis. Tetapi yang paling penting yang akan mereka ambil pasti militer karena pendidikannya, jalurnya, semuanya sudah terbentuk sehinga paling gampang melamar militer," ungkap Connie, dalam
Metro Pagi Prime Time, Selasa 3 Oktober 2017.
Connie mengatakan tak masalah jika parpol menjatuhkan pilihan pada anggota militer untuk diusung dalam pemilu. Yang disesalkan, ada tendensi bahwa pengusungan calon dari militer ini justru terhadap orang yang masih mengabdikan dirinya pada negara.
Pilihannya pun tak tanggung, dari yang hanya selevel perwira menengah untuk diusung menjadi wali kota atau bupati, belakangan justru level panglima tertinggi hendak dicalonkan sebagai calon presiden saat masih memegang tongkat komando.
"Ini kan muncul sejak gerakan 212 ada wacana seolah panglima TNI diusung oleh umat muslim. Ini yang saya bilang bahaya mengaitkan dengan agama. Karena bagaimanapun TNI tidak terkait golongan, agama, atau suku tertentu, dia netral dan ini yang harus diperjuangkan," kata Connie.
Connie menyebut tahun ini menjadi ujian netralitas terberat bagi TNI. Panglima tertinggi yakni Gatot Nurmantyo terus menerus disebut akan maju di pemilu 2019 saat Dia masih menjabat sebagai orang nomor satu di TNI.
Karenanya, kata Connie, semua pihak khususnya TNI itu sendiri harus benar-benar menjaga netralitasnya. Tak bermain di ranah politik praktis apalagi turut ambil bagian untuk menguntungkan diri.
"Karena yang menjaga keutuhan NKRI itu TNI. Makanya harus dijaga netralitasnya untuk tetap mempertahankan keutuhan NKRI," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)