medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tegas menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Mantan Politikus PKS itu tak ingin pemerintah punya palu godam sakti terhadap ormas.
"Bukan kemudian (pemerintah) punya palu godam sakti yang setiap hari pengin matiin orang. Itu enggak boleh, itu (harus) secara demokratis," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 24 Oktober 2017.
Dia menuturkan, Perppu Ormas membuat kewenangan eksekutif melampaui kebebasan yang dimiliki oleh masyarakat dalam berorganisasi, berinovasi, berserikat, dan berkumpul. Dengan begitu, pemerintah bisa mengambil keputusan secara sepihak.
Fahri lebih setuju dengan Undang-undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013. Dalam beleid itu, jelasnya, mekanisme pembubaran ormas dilakukan secara terukur dengan mengundang dan memberi teguran terlebih dahulu.
"Pemerintah sebagai pembina mengundang lalu kemudian menegur. Kalau sudah menegur, baru dia boleh membubarkan itu dengan cara menuntut pembubaran di persidangan," tutur dia.
Fahri berharap rapat paripurna pengambilan keputusan Perppu Ormas menjadi undang-undang berjalan demokratis. Tidak ada fraksi yang walk out (WO), meskipun sikap fraksi-fraksi terbelah.
"Kita berharap saja nanti semua pandangan disampaikan dulu, sehabis itu kalau bisa tidak ada WO. Bisa kita sepakati secara baik, enggak akan ada masalah yang rumit lah," pungkas dia.
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tegas menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Mantan Politikus PKS itu tak ingin pemerintah punya palu godam sakti terhadap ormas.
"Bukan kemudian (pemerintah) punya palu godam sakti yang setiap hari pengin matiin orang. Itu enggak boleh, itu (harus) secara demokratis," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 24 Oktober 2017.
Dia menuturkan, Perppu Ormas membuat kewenangan eksekutif melampaui kebebasan yang dimiliki oleh masyarakat dalam berorganisasi, berinovasi, berserikat, dan berkumpul. Dengan begitu, pemerintah bisa mengambil keputusan secara sepihak.
Fahri lebih setuju dengan Undang-undang Ormas Nomor 17 Tahun 2013. Dalam beleid itu, jelasnya, mekanisme pembubaran ormas dilakukan secara terukur dengan mengundang dan memberi teguran terlebih dahulu.
"Pemerintah sebagai pembina mengundang lalu kemudian menegur. Kalau sudah menegur, baru dia boleh membubarkan itu dengan cara menuntut pembubaran di persidangan," tutur dia.
Fahri berharap rapat paripurna pengambilan keputusan Perppu Ormas menjadi undang-undang berjalan demokratis. Tidak ada fraksi yang walk out (WO), meskipun sikap fraksi-fraksi terbelah.
"Kita berharap saja nanti semua pandangan disampaikan dulu, sehabis itu kalau bisa tidak ada WO. Bisa kita sepakati secara baik, enggak akan ada masalah yang rumit lah," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)