Komisi Pemilihan Umum. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Komisi Pemilihan Umum. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay

DPR Berupaya Menggoyang Kemandirian KPU

Astri Novaria • 23 Maret 2017 07:56
medcom.id, Jakarta: Pansus RUU Pemilu mempertimbangkan kembali untuk memperbolehkan anggota partai politik menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. Wacana tersebut berkembang setelah Pansus RUU Pemilu melakukan studi banding ke Jerman dan Meksiko.
 
"Ide ini tentu sesuatu yang keliru dan merusak tatanan kemandirian lembaga KPU sebagai penyelenggara pemilu," ujar Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, di Jakarta, kemarin.
 
Titi meminta DPR membaca kembali proses perubahan dan penyusunan Pasal 22E ayat 5 UUD NRI 1945 yang menyebut eksplisit salah satu sifat lembaga penyelenggara pemilu adalah 'mandiri'. Makna kata mandiri di dalam pasal dan ayat tersebut, sambung Titi, dapat dilacak di dalam risalah perdebatan amendemen UUD NRI 1945 tahun 2001.

Selain itu, kepastian perlunya kemandirian kelembagaan KPU juga sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi.  Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No 81/PUU-/IX/2011 menyebutkan untuk menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu, harus mundur dari partai politik minimal 5 tahun sebelum yang bersangkutan mendaftar menjadi anggota KPU atau Bawaslu.
 
"Bahwa munculnya kata mandiri dimaksudkan untuk melepaskan KPU dari keanggotaan partai politik," tandasnya.
 
Titi mengingatkan pengalaman Pemilu 1999. Penyelenggara Pemilu 1999 yang terdiri dari perwakilan anggota partai politik peserta pemilu ditambah dengan perwakilan pemerintah justru menimbulkan banyak persoalan dalam teknis penyelenggaraan pemilu.
 
Hal yang mendasar, kata Titi, yakni soal kepentingan yang berbeda antara kelembagaan KPU dan perwakilan partai politik yang merangkap menjadi anggota KPU.
 
Tidak masalah curang
 
Wacana yang dibawa Pansus mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah. "Pada dasarnya tidak ada masalah. Saya lebih cenderung memang KPU ialah perwakilan partai. Udah di-fixed-kan saja begitu. Toh kan ini tentang partai semua," ujar Fahri di Gedung DPR RI, Jakarta, kemarin.
 
Berbeda dengan Titi, Fahri menyebut Pemilu 1999 adalah kesuksesan keangotaan KPU yang berlatar belakang partai politik. Hal tersebut terlihat dari minimnya laporan kecurangan dan sengketa pemilu.
 
Fahri bahkan mengatakan kecurangan yang bersama-sama tidak masalah, pasalnya yang dicurangi maupun yang curang sama-sama ada di KPU.
 
"Enggak apa-apa, curangnya bareng-bareng. Yang dicurangi siapa kan dia ada di situ. Kecuali kalau yang mau dicurangi ada di luar. Jadi menurut saya itu jauh lebih aman. Supaya partai ini tidak usah bersengketa terlalu ramai pakai ke MK segala. Selesaikan saja di situ," papar Fahri.
 
Sebaliknya, Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan penyelenggara pemilu harus terbebas dari kepentingan partai politik. Intervensi terhadap KPU akan membuat hasil pemilu tidak tepercaya.
 
Masa jabatan komisioner KPU akan ber-akhir pada 12 April 2017.  Tim Pansel telah menyerahkan 14 nama calon komisioner KPU dan 10 nama calon untuk Bawaslu kepada Presiden Joko Widodo sejak Februari lalu. Komisi II DPR mengisyaratkan akan merampungkan RUU Pemilu sebelum memulai uji kelayakan dan kepatutan para calon. Namun, pemerintah berharap DPR tidak menunda.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan