Jakarta: Masyarakat diajak menolak presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden. Presidential threshold disebut merusak kontestasi pemilihan presiden (pilpres).
"Kita harus selamatkan Indonesia dengan menolak presidential threshold atau jadikan presidential threshold 0," kata ahli hukum tata negara Refly Harun melalui siaran video yang ditayangkan dalam diskusi Aliansi Kekuatan Rakyat Berdaulat (AKRAB), dikutip Kamis, 2 Desember 2021.
Refly juga mendorong agar presidential threshold dihapus. Menurut Refly, presidential threshold membuat demokrasi dibajak para pemodal untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024.
"Karena presidential threshold hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli perahu, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial untuk memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujarnya.
Refly menjelaskan maksud dari pemilihan presiden secara langsung adalah pesta demokrasi rakyat dengan menghadirkan calon sebanyak-banyaknya. Dia menyebut setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
"Dan setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu diberikan hak konstitusional untuk mengadukan pasangan presiden dan wakil presiden sesuai dengan ketentuan konstitusi UUD 1945," kata dia.
Sementara itu, anggota DPD Tamsil Linrung, mengatakan presidential threshold hanya memunggungi demokrasi. Tamsil menyatakan keberadaan presidential threshold tidak bisa mewujudkan demokrasi yang ideal.
Baca: Demokrat Usul Presidential Threshold 4%
Tamsil juga mengatakan isi dari Pasal 6A UUD 1945, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Namun, dia mengatakan ada aturan terkait ambang batas pencalonan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Tapi ternyata ada lagi UU yang dibuat yang mengatur turunan dari pasal ini dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 yang memberikan ambang batas pencalonan," kata Tamsil.
Tamsil mengatakan pihaknya akan mengajukan judicial review terkait penghapusan presidential threshold. Judicial review akan diajukan pada Desember 2021.
"Kami memang mendorong supaya langkah yang kami lakukan judicial review, baik itu secara kelembagaan maupun perorangan. Desember ini kami akan ajukan supaya kita menghapus presidential threshold," ujarnya.
Jakarta: Masyarakat diajak menolak
presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
Presidential threshold disebut merusak kontestasi
pemilihan presiden (pilpres).
"Kita harus selamatkan Indonesia dengan menolak
presidential threshold atau jadikan
presidential threshold 0," kata ahli hukum tata negara Refly Harun melalui siaran video yang ditayangkan dalam diskusi Aliansi Kekuatan Rakyat Berdaulat (AKRAB), dikutip Kamis, 2 Desember 2021.
Refly juga mendorong agar
presidential threshold dihapus. Menurut Refly,
presidential threshold membuat demokrasi dibajak para pemodal untuk memenangkan kontestasi
Pilpres 2024.
"Karena
presidential threshold hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli perahu, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial untuk memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden," ujarnya.
Refly menjelaskan maksud dari pemilihan presiden secara langsung adalah pesta demokrasi rakyat dengan menghadirkan calon sebanyak-banyaknya. Dia menyebut setiap partai politik memiliki hak untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.
"Dan setiap partai politik yang menjadi peserta pemilu diberikan hak konstitusional untuk mengadukan pasangan presiden dan wakil presiden sesuai dengan ketentuan konstitusi UUD 1945," kata dia.
Sementara itu, anggota DPD Tamsil Linrung, mengatakan
presidential threshold hanya memunggungi demokrasi. Tamsil menyatakan keberadaan
presidential threshold tidak bisa mewujudkan demokrasi yang ideal.
Baca:
Demokrat Usul Presidential Threshold 4%
Tamsil juga mengatakan isi dari Pasal 6A UUD 1945, yaitu pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Namun, dia mengatakan ada aturan terkait ambang batas pencalonan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
"Tapi ternyata ada lagi UU yang dibuat yang mengatur turunan dari pasal ini dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 yang memberikan ambang batas pencalonan," kata Tamsil.
Tamsil mengatakan pihaknya akan mengajukan
judicial review terkait penghapusan
presidential threshold.
Judicial review akan diajukan pada Desember 2021.
"Kami memang mendorong supaya langkah yang kami lakukan
judicial review, baik itu secara kelembagaan maupun perorangan. Desember ini kami akan ajukan supaya kita menghapus
presidential threshold," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)