Jakarta: Kasus kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia dinilai menjadi bukti lemahnya sistem keamanan informasi pribadi digital. Keamanan data masyarakat di lintas sektor perlu diperkuat.
"Kami mendorong kementerian atau lembaga dan perusahaan swasta untuk melakukan penguatan keamanan data pribadi," ujar anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal dalam keterangan tertulis, Minggu, 23 Mei 2021.
Iqbal menyesalkan kebocoran data penduduk tersebut. Hal itu dinilai menimbulkan kerugian sistemis serta membahayakan warga dan negara.
Baca: Kominfo: BPJS Kesehatan Pastikan Kebocoran Data dengan BSSN
Kebocoran data pribadi bisa dimanfaatkan untuk kejahatan digital dan perbankan. Pasalnya, data pribadi yang bocor berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor ponsel, email, alamat, dan gaji, serta sebagian di antaranya memuat foto pribadi.
"Bahkan ratusan juta data itu sampai dijual di situs surface web raidforum," ujar Iqbal.
Iqbal mengatakan kebocoran data pribadi juga dialami perusahaan swasta di Indonesia. Pada 2020, lima kasus kebocoran data pribadi terekspos media, di antaranya 230 ribu data pasien covid-19 di Indonesia; 2,3 juta data Komisi Pemilihan Umum (KPU); 1,2 juta konsumen Bhinneka; 13 juta akun Bukalapak, dan 91 juta akun Tokopedia.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mendesak pengusutan tuntas kasus itu. Pelaku perlu dihukum agar memberikan efek jera.
"Kami meminta Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), polisi, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bekerja sama untuk menyelidiki sampai tuntas kasus kebocoran data tersebut," ujar Iqbal.
Sebanyak 279 juta data penduduk Indonesia yang memuat informasi lengkap bocor dan diperdagangkan via online. Informasi yang bocor itu identik dengan data yang berasal dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Jakarta: Kasus kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia dinilai menjadi bukti lemahnya sistem keamanan
informasi pribadi digital. Keamanan data masyarakat di lintas sektor perlu diperkuat.
"Kami mendorong kementerian atau lembaga dan perusahaan swasta untuk melakukan penguatan keamanan data pribadi," ujar anggota Komisi I DPR Muhammad Iqbal dalam keterangan tertulis, Minggu, 23 Mei 2021.
Iqbal menyesalkan kebocoran data penduduk tersebut. Hal itu dinilai menimbulkan kerugian sistemis serta membahayakan warga dan negara.
Baca:
Kominfo: BPJS Kesehatan Pastikan Kebocoran Data dengan BSSN
Kebocoran data pribadi bisa dimanfaatkan untuk kejahatan digital dan perbankan. Pasalnya, data pribadi yang bocor berisi nomor induk kependudukan (NIK), nomor ponsel, email, alamat, dan gaji, serta sebagian di antaranya memuat foto pribadi.
"Bahkan ratusan juta data itu sampai dijual di situs surface web raidforum," ujar Iqbal.
Iqbal mengatakan kebocoran data pribadi juga dialami perusahaan swasta di Indonesia. Pada 2020, lima kasus kebocoran data pribadi terekspos media, di antaranya 230 ribu data pasien covid-19 di Indonesia; 2,3 juta data Komisi Pemilihan Umum (KPU); 1,2 juta konsumen Bhinneka; 13 juta akun Bukalapak, dan 91 juta akun Tokopedia.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mendesak pengusutan tuntas kasus itu. Pelaku perlu dihukum agar memberikan efek jera.
"Kami meminta Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika), polisi, serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bekerja sama untuk menyelidiki sampai tuntas kasus kebocoran data tersebut," ujar Iqbal.
Sebanyak 279 juta data penduduk Indonesia yang memuat informasi lengkap bocor dan diperdagangkan via
online. Informasi yang bocor itu identik dengan data yang berasal dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (
BPJS) Kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)