Jakarta: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dinilai lebih tepat menjadi penyeimbang kekuatan pada pemerintahan mendatang. Sebab, partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri itu mendapatkan suara paling besar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan kursi PDIP yang signifikan di parlemen bisa menjadi modal. Khususnya, untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
"PDIP yang mendapatkan jatah kursi ketua DPR, itu bisa jadi modal yang bagus bagi oposisi. Asalkan PDIP konsisten dan bersetia dengan prinsip saja. Sebab PDIP jauh lebih tepat jadi oposisi dibanding jadi koalisi pemerintah," ujar pria yang akrab dipanggil Castro itu ketika dihubungi, Minggu, 24 Maret 2024.
Castro mengatakan sistem pemerintahan Indonesia yang menganut presidensial, bukan berarti tidak mengenal oposisi. Ia juga menjelaskan oposisi tidak boleh terlalu kuat sehingga menyandera presiden terpilih dalam mengambil keputusan.
"Sebaliknya, koalisi pemerintah juga tidak boleh terlalu gemuk-gemuk amat," ucapnya.
Koalisi yang terlalu gemuk di parlemen, seperti pada pemerintahan Joko Widodo, dinilai akan mematikan oposisi. Hal itu, ujar Castro, berdampak kepada lumpuhnya pengawasan terhadap presiden. Ketiadaan oposisi, tegasnya, akan merusak desain check and balances system. Apalagi, godaan kekuasaan presiden dalam sistem presidensial begitu tinggi.
"Presiden dalam sistem presidensial adalah raja yang dibalut dengan legitimasi konstitusi. Jadi ketiadaan oposisi akan semakin menyuburkan mentalitas otoritarian presiden," tegasnya.
Jakarta: Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
PDIP) dinilai lebih tepat menjadi penyeimbang kekuatan pada pemerintahan mendatang. Sebab, partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri itu mendapatkan suara paling besar di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan kursi PDIP yang signifikan di parlemen bisa menjadi modal. Khususnya, untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah.
"PDIP yang mendapatkan jatah kursi ketua
DPR, itu bisa jadi modal yang bagus bagi oposisi. Asalkan PDIP konsisten dan bersetia dengan prinsip saja. Sebab PDIP jauh lebih tepat jadi oposisi dibanding jadi koalisi pemerintah," ujar pria yang akrab dipanggil Castro itu ketika dihubungi, Minggu, 24 Maret 2024.
Castro mengatakan sistem pemerintahan Indonesia yang menganut presidensial, bukan berarti tidak mengenal oposisi. Ia juga menjelaskan oposisi tidak boleh terlalu kuat sehingga menyandera presiden terpilih dalam mengambil keputusan.
"Sebaliknya, koalisi pemerintah juga tidak boleh terlalu gemuk-gemuk amat," ucapnya.
Koalisi yang terlalu gemuk di parlemen, seperti pada pemerintahan Joko Widodo, dinilai akan mematikan oposisi. Hal itu, ujar Castro, berdampak kepada lumpuhnya pengawasan terhadap presiden. Ketiadaan oposisi, tegasnya, akan merusak desain
check and balances system. Apalagi, godaan kekuasaan presiden dalam sistem presidensial begitu tinggi.
"Presiden dalam sistem presidensial adalah raja yang dibalut dengan legitimasi konstitusi. Jadi ketiadaan oposisi akan semakin menyuburkan mentalitas otoritarian presiden," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)