Pakar sejarah, Anhar Gonggong (kiri), dan Pengamat Militer, Salim Said, saat diskusi sejarah di Jakarta, Sabtu(1/12). FOTO ANTARA/Ujang Zaelani
Pakar sejarah, Anhar Gonggong (kiri), dan Pengamat Militer, Salim Said, saat diskusi sejarah di Jakarta, Sabtu(1/12). FOTO ANTARA/Ujang Zaelani

Sejarawan Nilai Indonesia Defisit Pemimpin

M Rodhi Aulia • 17 Oktober 2015 06:12
medcom.id, Jakarta: Sejarawan Anhar Gonggong sedih dengan kondisi kekinian Indonesia. Ia menilai Indonesia defisit pemimpin bahkan nyaris tidak tersisa sama sekali.
 
"Saya khawatir Indonesia tidak punya pemimpin. Yang ada hanya pejabat. Kalau pemimpin dia tidak akan korupsi, kalau korupsi, dia pejabat," kata Anhar dalam sebuah diskusi yang bertajuk "110 Tahun Kebangkitan Nasional" di Monumen Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (16/10/2015) malam.
 
Terlebih, kata dia, perilaku anggota DPR yang belum memiliki prestasi membanggakan dan di waktu bersamaan meminta kenaikan tunjangan. Menurut Anhar, perilaku ini jauh dari sosok yang disebut pemimpin. Padahal kewenangan dan peran mereka sangat besar untuk mengubah Indonesia yang digdaya.

Dalam kondisi sekarang, Anhar merindukan sosok sejumlah pejuang kemerdekaan yang kini dikenal sebagai pahlawan nasional. Mereka di antaranya adalah HOS Cokroaminoto, Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir dan Agus Salim. Predikat pahlawan itu sangat layak disematkan kepada mereka.
 
"Ketika itu, ada orang yang mau menampilkan keinginan untuk sebuah perubahan, yang belum tentu berhasil. Itu yang kita sebut sebagai pemimpin," ujar dia dalam diskusi yang dihelat Yayasan Rumah Peneleh, PB HMI dan Serikat Dagang Islam.
 
Anhar menjelaskan, pemimpin adalah sosok yang bersedia membenahi dirinya dengan pengetahuan dan wawasan luas. Kemudian mereka berani menyimpang untuk perubahan yang lebih baik.
 
"Sebuah perubahan tidak selalu dimulai oleh orang banyak. Dunia ini berubah karena ada sekelompok orang yang menyimpang. Kalau Cokro, Soekarno, dan Hatta tidak menyimpang tidak akan lahir Indonesia," ungkap dia.
 
"Melawan penjajahan Belanda saat itu kan bentuk penyimpangan. Padahal kalau mau hidup enak, mereka bisa dengan bekerja sama dengan Belanda. Tapi itu tidak mereka lakukan," imbuh dia.
 
Inilah yang dimaksud Anhar dengan revolusi mental. Pahlawan dan para pejuang kemerdekaan lainnya itu terlebih dahulu merevolusi mental mereka. Selanjutnya membentuk wadah untuk merevolusi mental masyarakat lebih luas.
 
"Tentunya pakai alat. Apa itu? Melalui sebuah organisasi. Kalau sekarang revolusi hanya baru sebata dilontarkan, belum dilaksanakan," tukas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan