Diskusi GBHN di Akbar Institute-----MI/Rommy Pujianto
Diskusi GBHN di Akbar Institute-----MI/Rommy Pujianto

Masih Pentingkah GBHN?

Githa Farahdina • 22 Januari 2016 19:44
medcom.id, Jakarta: Mantan Ketua DPR periode 1999-2004 Akbar Tandjung menilai diadakannya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sangat penting bagi Indonesia. Pembangunan satu arah sudah seharusnya menjadi prioritas untuk menyatukan visi dan misi dalam memajukan negeri.
 
Penghapusan GBHN yang membuat MPR tak lagi menjadi lembaga tertinggi negara harus diperhatikan. Presiden kini bukan lagi mandataris MPR. Karena itu, pengadaan GBHN tak relevan jika harus dikembalikan pada bentuk di masa Orde Baru.
 
"Barangkali kita bisa menemukan formula yang tidak kembali pada sistem lama, MPR sebagai lembaga tertinggi negara," kata Akbar di Akbar Tandjung Institute, Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (22/1/2016).

GBHN, kata Akbar, apa pun namanya nanti harus tetap berada dalam perspektif reformasi. Tujuan utamanya harus membuat pembangunan satu arah dan satu haluan.
 
Penjelasan Akbar merupakan pengantar perdebatan antara politisi, ahli hukum tata negara, dan akademisi sekaligus pelaku sejarah amandemen UUD 1945.
 
Perdebatan Antarpraktisi
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Ahmad Basarah kembali menegaskan apa yang disasar Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam Rakernas baru-baru ini. Basarah menyatakan, wacana konsepsi GBHN bukan hal baru.
 
PDI Perjuangan melalui Megawati hanya kembali mengingatkan warga bangsa, MPR pernah mengeluarkan rekomendasi dalam sidang paripurna terakhir MPR periode 2009-2014. Salah satunya, melakukan reformulasi sistem ketatanegaraan melalui sistem perencanaan pembangunan nasional dengan model GBHN sebagai haluan penyelenggara negara.
 
"Sudah menjadi konsensus sembilan partai (pada waktu itu) di MPR dan kelompok DPD. Itu adalah parpol yang kembali ada di MPR saat ini," kata Basarah.
 
PDI Perjuangan, tambah Basarah, hanya kembali merekomendasikan apa yang sudah disetujui sebelumnya.
 
Berada di posisi berlawanan dengan Basarah, Ahli Hukum Tata Negara Saldi Isra menilai cukup sulit membuat GBHN. Apalagi dengan impian bertahan puluhan tahun.
 
"Karena kendali sekarang, tidak ada lagi kendali presiden sekuat Bung Karno dan Pak Harto," timpal Saldi.
 
Mendesain pembangunan dalam jangka waktu 20-30 tahun bukan perkara mudah. Saldi menegaskan, jangankan GBHN yang dibuat dengan TAP MPR, konstitusi sekalipun bisa berubah pada pemerintah berikutnya.
 
Memunculkan GBHN artinya menghadap-hadapkan dengan sistem pemerintahan. Apa yang disampaikan Basarah dinilai Saldi bukan memunculkan TAP MPR. Tapi membawa isu itu ke ranah konstitusi.
 
Dalih amandemen terbatas pada UUD 1945 untuk mengembalikan GBHN dinilai terbantah. Sebab, MPR selanjutnya tak terikat TAP MPR yang dikeluarkan anggota di periode ini.
 
"Pilihannya kembali ke sana (aturan lama), atau membuat yang baru. Atau tinggalkan sistem presidensial dan memilih sistem parlementer," jelas Saldi.
 
Jika dipaksakan, kata Saldi, MPR mau tak mau akan memiliki posisi lebih tinggi dari lembaga negara lain. Sebab, MPR memegang otoritas merencanakan pembangunan. Posisi MPR hanya akan sedikit lebih rendah dari undang-undang.
 
Saldi menyarankan, TAP MPR semacam itu tak perlu dilakukan agar tak menimbulkan komplikasi politik.
 
Mantan anggota MPR utusan golongan Valina Sinka S yang ikut mengamandemen UUD 1945 menimpali perdebatan. Valina menilai usulan Megawati soal pentingnya GBHN masuk konstitusi dengan amandemen terbatas mmemang penting. Ada misi lain di luar itu, yakni penyempurnaan lembaga lain yang ada di dalam aturan yang sudah diubah sebelumnya.
 
"Saya sampaikan, wacana ini penting untuk terus dibahas," tegas Valina.
 
Usulan PDI Perjuangan, jelas Valina, menjadi sintesis perdebatan yang tak kunjung usai di lembaga maupun masyarakat, sejak amandemen selesai dilaksanakan pada 2002. Hal ini sah-sah terjadi.
 
Valina sepakat soal perlunya GBHN. Sebab, masalah di negeri ini begitu banyak dan kompleks. Butuh satu haluan untuk menentukan arah pembangunan nasional hingga daerah. Bentuk hukum yang menampung GBHN pun dinilai penting.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(TII)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan