Jakarta: Pemerintah dan DPR menyatakan komitmennya mengupayakan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang implementatif dan berkeadilan pada korban. Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menjelaskan seseorang dapat mengalami beberapa jenis kekerasan seksual atau gabungan antara kekerasan seksual dan tindak pidana lainnya.
"Pemerintah dan DPR mengupayakan dalam merumuskan jangan sampai ada perbuatan kekerasan seksual yang tertinggal. Tetapi di lain pihak, juga jangan sampai tumpang tindih dengan peraturan lain. Ini memang memerlukan pendalaman dan diskusi," ujarnya dilansir Antara, Kamis, 31 Maret 2022.
Baca: RUU TPKS Atur Parameter Pelecehan Seksual Nonfisik
Dalam pembahasan RUU TPKS, pemerintah mengajukan alternatif perumusan atas pasal tentang pelecehan seksual yang sesungguhnya merupakan rumusan dari DPR. Kementerian PPPA mengapresiasi pandangan DPR terhadap rumusan DIM pemerintah sehingga pada akhirnya pemerintah dan DPR memiliki titik temu.
Meski begitu, ada hal-hal yang pembahasannya masih akan dilanjutkan kembali agar dapat diimplementasikan dengan baik ketika nanti RUU telah disahkan. Misalnya, terkait konsepsi perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan bagaimana konsepsi tersebut dapat dibedakan dari pelecehan seksual.
Dalam hal ini, tim Panja DPR dan pemerintah memiliki sudut pandang berbeda mengenai frase eksploitasi seksual dan perbudakan seksual. Pemerintah meminta waktu untuk mencoba menyusun ulang rumusan sehingga hasilnya lebih baik.
"Ke depan, pembahasan akan masuk ke ranah yang lebih teknis tentang pemidanaan dan proses acara pidana. Diharapkan pada sidang berikutnya kolaborasi dan sinergi dapat terjalin dengan semakin baik antara pemerintah dan DPR," kata dia.
Jakarta: Pemerintah dan DPR menyatakan komitmennya mengupayakan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (
RUU TPKS) yang implementatif dan berkeadilan pada korban. Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (
PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu menjelaskan seseorang dapat mengalami beberapa jenis kekerasan seksual atau gabungan antara
kekerasan seksual dan tindak pidana lainnya.
"Pemerintah dan DPR mengupayakan dalam merumuskan jangan sampai ada perbuatan kekerasan seksual yang tertinggal. Tetapi di lain pihak, juga jangan sampai tumpang tindih dengan peraturan lain. Ini memang memerlukan pendalaman dan diskusi," ujarnya dilansir
Antara, Kamis, 31 Maret 2022.
Baca:
RUU TPKS Atur Parameter Pelecehan Seksual Nonfisik
Dalam pembahasan RUU TPKS, pemerintah mengajukan alternatif perumusan atas pasal tentang pelecehan seksual yang sesungguhnya merupakan rumusan dari DPR. Kementerian PPPA mengapresiasi pandangan DPR terhadap rumusan DIM pemerintah sehingga pada akhirnya pemerintah dan DPR memiliki titik temu.
Meski begitu, ada hal-hal yang pembahasannya masih akan dilanjutkan kembali agar dapat diimplementasikan dengan baik ketika nanti RUU telah disahkan. Misalnya, terkait konsepsi perbudakan seksual, eksploitasi seksual, dan bagaimana konsepsi tersebut dapat dibedakan dari pelecehan seksual.
Dalam hal ini, tim Panja DPR dan pemerintah memiliki sudut pandang berbeda mengenai frase eksploitasi seksual dan perbudakan seksual. Pemerintah meminta waktu untuk mencoba menyusun ulang rumusan sehingga hasilnya lebih baik.
"Ke depan, pembahasan akan masuk ke ranah yang lebih teknis tentang pemidanaan dan proses acara pidana. Diharapkan pada sidang berikutnya kolaborasi dan sinergi dapat terjalin dengan semakin baik antara pemerintah dan DPR," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DEV)