Ketua DPR periode 2014-2019 Setya Novanto/MI/ROMMY PUJIANTO.
Ketua DPR periode 2014-2019 Setya Novanto/MI/ROMMY PUJIANTO.

Paket Pimpinan DPR

PSHK: Rekam Jejak Pimpinan DPR 2014-2019 Bermasalah

Astri Novaria • 02 Oktober 2014 17:10
medcom.id, Jakarta: Paket pimpinan DPR terpilih periode 2014-2019 memiliki rekam jejak bermasalah. Beberapa orang punya  catatan negatif terkait pemberantasan korupsi. Baik terkait kasus korupsi berdasarkan saksi-saksi persidangan, motor wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi maupun yang terhukum Badan Kehormatan dalam kaitan kasus korupsi.
 
"Terpilihnya paket pemimpin DPR 2014-2019 meninggalkan catatan pada sisi pemberantasan korupsi. Publik perlu meningkatkan pengawasannya," kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Giri Ahmad Taufik kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (2/10/2014).
 
Bendahara Partai Golkar Setya Novanto mulus terpilih menjadi Ketua DPR RI periode 2014-2019. Ia didampingi Fadli Zon (Gerindra), Taufik Kurniawan (PAN), Agus Hermanto (Demokrat) dan Fahri Hamzah (PKS) sebagai Wakil Ketua. Mereka merupakan paket pimpinan DPR yang diusung Koalisi Merah Putih dalam Sidang Paripurna dini hari tadi.

Setya Novanto, kata Giri, berulangkali ke KPK untuk memenuhi panggilan lembaga antirasuah itu sebagai saksi kasus korupsi. Di antaranya adalah kasus dugaan suap revisi Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Penambahan Biaya Arena Menembak PON Riau. Kasus ini menjerat mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal, yang juga politikus Golkar. KPK pernah menggeledah ruangan Setya di lantai 12 Gedung Nusantara I DPR terkait kasus itu.
 
Anggota dewan dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur III itu juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi. Kasus ini menjerat mantan Ketua MK, Akil Mochtar, mantan politikus Golkar.
 
Setya juga disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kementerian Dalam Negeri. Ia, jelas Giri, juga disebut-sebut mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp5,9 triliun tersebut.
 
Giri meragukan komitmen Fahri Hamzah dalam pemberantasan korupsi. Politikus PKS ini adalah sedikit dari anggota dewan yang lantang meneriakkan pembubaran KPK. Nama Fahri juga disebut dalam sidang terdakwa Anas Urbaningrum. Fahri disebut Yulianis, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup (perusahaan Nazarudin), menerima uang US$ 25 ribu dari Permai Group.
 
"Ini menjadi catatan penting buat kita, walau ada azas praduga tak bersalah tetapi tentu ada problematik mengetahui nama mereka disebut beberapa saksi telah menerima aliran dana. Apalagi Ketua Majelis Pertimbangan PAN, Amien Rais, pernah mengatakan agar anggota Koalisi Merah Putih berhati-hati terhadap upaya pelemahan lewat kriminalisasi pemberitaan dan hukum," tegasnya.
 
Giri berharap lembaga penegak hukum tak gentar membela kebenaran dalam mengungkapkan kasus-kasus dugaan korupsi. "PSHK juga mendesak aparat penegak hukum untuk terus tetap bekerja secara profesional dan tidak terintimidasi dalam mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pimpinan dan anggota DPR," tandas Giri.
 
PSHK menyerukan kepada masyarakat sipil dan publik untuk meningkatkan pengawasan terhadap kinerja DPR periode 2014-2019. Hal paling krusial adalah akses informasi yang luas dari DPR kepada publik supaya ada akuntabilitas dari lembaga dewan yang terhormat itu. "Ini menjadi pekerjaan rumah buat rakyat dan civil society untuk lebih ditungkatkan proses pengawasannya ini," kata Giri.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan