Perwakilan LSM menggelar aksi dan menggunakan kostum hitam putih yang diklaim menggambarkan putusan PTUN besok/MTVN/Adin
Perwakilan LSM menggelar aksi dan menggunakan kostum hitam putih yang diklaim menggambarkan putusan PTUN besok/MTVN/Adin

Sengkarut DPD Contoh Buruk Pendidikan Politik

M Sholahadhin Azhar • 07 Juni 2017 15:02
medcom.id, Jakarta: Kericuhan kepemimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bisa berdampak buruk bagi generasi muda Indonesia. Khususnya, dalam memberikan pendidikan politik.
 
"Ini pendidikan politik yang tidak sehat bagi generasi muda," kata Koordinator Aliansi Masyarakat Sipil untuk Perempuan dan Politik (ANSIPOL) Yuda Irlang di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Rabu 7 Juni 2017.
 
ANSIPOL dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lain seperti Kode Inisiatif, Perludem, IPC, Formappi, ICW, GPPI, LPI, KOPEL, dan lainnya melakukan aksi damai di depan Gedung MA. Mereka mengingatkan pentingnya putusan PTUN Jakarta yang mengadili pemanduan sumpah MA terhadap pemimpin baru DPD, Oesman Sapta Odang dan kawan-kawang, bakal berpengaruh besar pada masyarakat.

Menurut Yuda, contoh buruk terjadi karena dewan yang sejatinya mewakili setiap daerah itu dikangkangi kepentingan partai politik. Padahal, sejak awal, ketentuan DPD sama sekali bukan wakil parpol.
 
Tak hanya DPD yang memberi dampak buruk bagi pendidikan politik Indonesia, MA pun mempertontonkan hal serupa. Lembaga Tinggi Negara itu, kata Yuda, justru seperti kehilangan taring.
 
Upaya kesewenang-wenangan di tubuh DPD, beber Yuda, justru difasilitasi MA dengan tidak mengindahkan keputusannya sendiri. MA telah menganulir Tata Tertib DPD mengenai masa jabatan selama 2,5 tahun, namun tak lama berselang mamandu sumpah Ketua DPD yang baru Oesman Sapta Odang bersama jajarannya.
 
Fakta lain, 27 anggota DPD juga kompak menyebrang memeluk parpol. Mereka malah tak sungkan  menjabat sebagai pengurus di sana.
 
"Ini semua mencederai kepercayaan masyarakat, sebagai pemilik suara dan sebagai entitas terbesar Indonesia," tegas Yuda.
 
Ketua Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Syamsudin Alimsyah menyebut intervensi parpol di DPD tak masuk akal. Sejatinya dewan itu mewakili daerah, sekaligus kebhinekaan di dalamnya.
 
Aneh apabila kemudian ada pihak dari parpol mengokupasi DPD, apalagi menjadi bagian dari kepemimpinan di sana. Ia menyayangkan sikap pihak-pihak yang memaksakan parpol masuk ke DPD.
 
Masuknya parpol dalam DPD yang dimaksud ialah hijrahnya beberapa anggota DPD ke partai tertentu. OSO, yang kini menduduki bangku Ketua DPD bahkan merupakan Ketua Partai Hanura.
 
Sebagai penyeimbang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Majelis Perwakilan Rakyat (MPR), DPD dianggap kurang bisa mewakili kebhinekaan bangsa di parlemen saat ini. "Kebhinekaan bangsa melalui DPD seharusnya bisa dijaga," kata Syam.
 
Sekadar mengingatkan, sidang gugatan pada DPD telah melewati agenda kesimpulan dari kubu GKR Hemas selaku pemohon dan MA selaku termohon. Kedua pihak optimistis memenangkan perkara ini. Ketua Majelis Hakim, Udjang Abdullah, menjadwalkan putusan perkara pada Kamis 8 Juni 2017.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan