SIdang gugatan keputusan Mahkamah Agung melantik Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD. Foto: MTVN/Sholahadhin Azhar
SIdang gugatan keputusan Mahkamah Agung melantik Oesman Sapta Odang sebagai Ketua DPD. Foto: MTVN/Sholahadhin Azhar

Dualisme DPD Bukan Perkara Administrasi Biasa

M Sholahadhin Azhar • 30 Mei 2017 05:47
medcom.id, Jakarta: Tindakan Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Suhadi melantik pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), melangkahi putusan MA 20p HUM 2017. Sikap tersebut diperkarakan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena dianggap unik.
 
"Ini bukan perkara perkara administrasi biasa, tapi bagaimana putusan MA yang harus diselamatkan," kata kuasa hukum GKR Hemas, Irman Putrasidin di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Senin 29 Mei 2017.
 
Perkara ini berujung pada putusan MA yang membatalkan tata tertib DPD tentang masa jabatan pimpinan selama 2,5 tahun. Logikanya pengangkatan pimpinan DPD dengan dasar peraturan tata tertib itu tidak sah.

Karena mekanisme masa jabatan pimpinan kembali ke 5 tahun. Sehingga GKR Hemas secara sah masih memegang kepemimpinan untuk DPD RI. "Tindakan administratif pemanduan sumpah seharusnya tidak dilakukan oleh Wakil Ketua MA yang sama artinya melanggar putusan MA, lembaganya sendiri," sebut Irman.
 
Dari sisi dampak hukum, sikap Mahkamah berpotensi membuat pihak terkait tergoda. Jika ditarik pada level politik akan terjadi kekacauan, karena di ranah tersebut akan diterapkan hukum rimba: siapa yang kuat dia yang menang.
 
Dampaknya sengketa politik pemilihan akan membludak, sebab pemanduan sumpah oleh MA akan mudah dilakukan. "Akan muncul lebih dari 2, 3 atau bahkan puluhan paket pimpinan yang mengantri untuk minta disumpah," kata Irman.
 
Dualisme DPD Bukan Perkara Administrasi Biasa
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin (kanan). Foto: MI/Susanto
 
Sementara itu Kuasa Hukum MA, DY Witanto mengkritisi soal pemanduan yang dibawa ke PTUN. Sebab menurutnya pemanduan sumpah bukan tindakan tata usaha negara. Melainkan tindakan seremonial ketatanegaraan, sehingga bukan objek TUN.
 
Adapun terkait pencabutan Tatib 1 Tahun 2017 tak serta merta berlaku Tatib lama. Karena putusan uji materil MA baru memiliki akibat hukum sejak dilakukan atau 90 hari sejak diputuskan.
 
"Sehingga selama belum dicabut, Tatib 1 Tahun 2017 tetap berlaku," kata Witanto.
 
Untuk diketahui setelah Tatib Nomor 1 Tahun 2017 dibatalkan, DPD menerbitkan Tatib Nomor 3 Tahun 2017 yang mengesahkan kembali masa jabatan selama 5 tahun. Isinya sesuai dengan putusan MA No 20/HUM/2017.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan