Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kiri) didampingi Ketua Komisi II DPR Rambey Kamarulzaman (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Kerja dengan Komisi II DPR dengan agenda Pengambilan Keputusan Tingkat I Revisi UU Pilkada di Kompleks Parlemen Senayan,
Mendagri Tjahjo Kumolo (kedua kiri) didampingi Ketua Komisi II DPR Rambey Kamarulzaman (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Kerja dengan Komisi II DPR dengan agenda Pengambilan Keputusan Tingkat I Revisi UU Pilkada di Kompleks Parlemen Senayan,

Pemerintah Sambut Baik Pengesahan UU Pilkada

Al Abrar • 02 Juni 2016 16:15
medcom.id, Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-undang Pilkada Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang melaui rapat paripurna. Aturan itu disahkan setelah melalui proses panjang di tingkat I, yaitu di Komisi II DPR.
 
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah menyambut baik atas disahkannya UU pemilihan kepala daerah itu. Dia mengatakan, dengan begitu tidak menyulitkan penyelengaraan pemilihan kepala daerah selanjutnya.
 
"DPR dan pemerintah telah menyempurnakan beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 yang bersifat multitafsir sehingga perlu diganti dan disempurnakan," ujar Tjahjo dalam sambutannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016).

Tjahjo menambahkan, Undang-undang Pilkada itu juga untuk mengatasi dan mengantisipasi munculnya permasalahan baru dalam penyelengaraan pemilihan kepala daerah. Selain itu, dalam aturan Pilkada, DPR dan pemerintah memasukkan materi putusan Mahkamah Konstitusi terkait penyelengaraan pemilihan kepala daerah.
 
"Karena itu ketentuan-ketentuan itu tidak berlaku kembali dan telah kita pahami bersama bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat kita semuanya," ujar Tjahjo.
 
Tjhajo juga mengapresiasi seluruh pandangan anggota Komisi II, khususnya anggota panja. "Kami juga menghormati yang menjadi pertimbangan baik secara sosial, politik, hukum yang telah menjadi pemikiran dan catatan-catatan berbagai fraksi dalam pandangan mini," kata dia.
 
"Tentu semangatnya untuk menyempurnakan Undang-undang ini agar pelaksanaan pemilu kepala daerah tidak dalam setiap tahun diadakan perubahan, tapi dalam proses yang panjang sehingga tidak menimbulkan multitafsir," imbuh politikus PDI Perjuangan ini.
 
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman melaporkan seluruh proses yang berlangsung dalam penyusunan draf UU. Termasuk tentang perbedaan pendapat soal mundur atau tidaknya anggota DPR, DPD dan DPRD ketika maju di Pilkada.
 
Dia mengatakan, sebanyak delapan fraksi menerima secara penuh, dan dua fraksi lainnya menerima dengan catatan. Fraksi yang menerima penuh adalah Hanura, NasDem, PPP, PAN, Partai Golkar PDIP, PKB, dan Partai Demokrat. Sedangkan yang memberikan catatan adalah Partai Gerindra dan PKS.
 
Dalam sidang paripurna itu, tiga fraksi, PKS, Gerindra, dan PAN sempat menyampaikan pandangannya. PKS dan Gerindra menyampaikan pandangan terkait poin harus mundurnya anggota DPR, DPD, dan DPRD yang maju dalam Pilkada.
 
Fraksi PKS dalam pandangannya menyebut, keharusan anggota legislatif mundur dari jabatannya untuk maju sebagai calon kepala daerah bertentangan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 17 tahun 2008. Putusan tersebut berisi, ketika petahana maju sebagai calon tidak perlu mundur dari jabatannya.
 
PKS menilai, putusan tersebut berdasarkan kepada equal treatment kepada anggota legislatif. "Seharusnya anggota dewan juga tidak perlu mundur," kata fraksi PKS, Almuzamil Yusuf.
 
Ia menambahkan, kekhawatiran penyalahgunaan wewenang terkait harus mundurnya anggota legislatif tidak terlalu berpengaruh. Sebab, jika dikulik lebih jauh, petahana dianggap lebih berpotensi menyalahgunakan wewenang menjelang pilkada.
 
Senada dengan PKS, Fraksi Gerindra juga menyampaikan pandangannya terkait poin tersebut. Menurutnya, syarat harus mundurnya calon kepala daerah dari jabatan lebih tepat untuk anggota TNI-Polri.
 
Sedangkan, untuk poin syarat dukungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon mencapai 20-25 persen, Gerindra menilai hal tersebut dirasa kurang pas. Sebab, jika syarat itu dapat turun 15-20 persen, parpol dapat memiliki kesempatan lebih luas.
 
"Persentase itu dimaksudkan agar parpol dapat bertanggung jawab dan rekrutmen politik dapat lebih berkualitas," tambah perwakilan Fraksi Gerindra, Azikin Solthan.
 
Sementara itu, pandangan Fraksi PAN menitikberatkan pada poin mantan narapidana yang diizinkan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Perwakilan Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, napi diperbolehkan mencalonkan diri, kecuali napi bandar narkoba dan kejahatan seksual.
 
"Bahwa tidak semua napi boleh ikut. Mantan napi bandar narkoba haram ikut pilkada," tegas Yandri.
 
Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan pun mengetok palu tanda pengesahan Undang-undang Pilkada. Pengesahan dilakukan tanpa ada debat kusir.
 
"Dengan ini menyatakan RUU nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah resmi menjadi Undang-undang," tegas Taufik.
 


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan