Jakarta: Wakil Ketua Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengingatkan program kawasan perhutanan sosial pada masa mendatang jangan sampai beralih menjadi daerah untuk perkebunan. Hal itu dinilai akan merusak kelestarian hutan.
"Yang saya khawatirkan, perhutanan sosial dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan hutannya jadi hilang dan yang ada adalah perkebunan sosial," kata Dedi Mulyadi kepada wartawan, Jakarta, Minggu, 29 Agustus 2021.
Dedi berharap peralihan itu tidak terjadi. Terlebih aspek pertama dari tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah untuk menjaga hutan dan menjaga lingkungan hidup.
Dia mengingatkan urusan yang menyangkut masalah hutan bukan hanya sekadar urusan yang bersifat administratif saja. Apalagi, bencana akibat rusaknya hutan tidak akan bisa ditahan oleh kekuatan administratif apa pun.
"Yang mejadi titik fokus kita adalah masalah penggantian dari penggunaan hutan yang esensinya ditujukan untuk tetap menjaga keberadaan hutan. Ketika hutan digunakan peruntukannya untuk kepentingan lain, seperti perkebunan, pertanian, atau kepentingan apapun, hutannya tidak boleh hilang, maka dibuatlah tanah pengganti," ujar Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta itu bahkan mempertanyakan penggantian peralihan itu dengan uang sesuai Undang-undang (UU) yang baru. Menurut dia, penggantian itu tidak sepadan antara luas lahan hutan yang dipakai dengan besaran jumlah uang pengganti tersebut.
Dedi menilai besaran nominal pengganti yang ada saat ini angkanya sangat rendah dibanding hilangnya sebuah kawasan hutan. Dia juga mengimbau pemerintah tidak lagi memberikan kompensasi kepada orang-orang yang sejak awal tidak memiliki niat baik terkait pemanfaatan lahan kawasan hutan.
Baca: Hanya 8% Petani Pelaku Usaha Hutan Punya Akses ke Pasar
Dedi menyampaikan bahwa secara administratif perhutanan sosial tujuan dasarnya berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat keadilan sosial, di mana masyarakat yang tinggal di sekitar hutan harus mendapatkan manfaat dari hutan tersebut dalam bentuk redistribusi tanah. "Secara administratifnya baik, tetapi dari sisi aspek teknis pelaksanaannya KLHK tidak memiliki cukup orang untuk melakukan pengawasan di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan sampai dengan Agustus 2021 realisasi perhutanan sosial telah mencapai 4.721.389,78 hektare, yang terdiri dari 7.212 unit.
"Sampai dengan 10 Agustus 2021 telah direalisasi 4,721 juta hektare bagi kurang lebih 1,03 juta kepala keluarga dengan 7.212 kelompok," kata Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI yang dipantau secara virtual dari Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021.
Rincian dari capaian tersebut, adalah hutan desa seluas 1.869.661,36 hektare, hutan kemasyarakatan 834.706,05 hektare, hutan tanaman rakyat 349.981,58 hektare, kemitraan kehutanan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK) 481.229,56 hektare, dan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) 35.613,23 hektare.
Jumlah itu, termasuk juga hutan ada seluas 1.150.198 hektare, dengan rincian yang telah ditetapkan 59.443 hektare dan masuk dalam indikatif hutan adat 1.090.755 hektare.
Jakarta: Wakil Ketua
Komisi IV DPR Dedi Mulyadi mengingatkan program kawasan
perhutanan sosial pada masa mendatang jangan sampai beralih menjadi daerah untuk perkebunan. Hal itu dinilai akan merusak kelestarian hutan.
"Yang saya khawatirkan, perhutanan sosial dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan hutannya jadi hilang dan yang ada adalah perkebunan sosial," kata Dedi Mulyadi kepada wartawan, Jakarta, Minggu, 29 Agustus 2021.
Dedi berharap peralihan itu tidak terjadi. Terlebih aspek pertama dari tugas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) adalah untuk menjaga hutan dan menjaga lingkungan hidup.
Dia mengingatkan urusan yang menyangkut masalah hutan bukan hanya sekadar urusan yang bersifat administratif saja. Apalagi, bencana akibat rusaknya hutan tidak akan bisa ditahan oleh kekuatan administratif apa pun.
"Yang mejadi titik fokus kita adalah masalah penggantian dari penggunaan hutan yang esensinya ditujukan untuk tetap menjaga keberadaan hutan. Ketika hutan digunakan peruntukannya untuk kepentingan lain, seperti perkebunan, pertanian, atau kepentingan apapun, hutannya tidak boleh hilang, maka dibuatlah tanah pengganti," ujar Dedi.
Mantan Bupati Purwakarta itu bahkan mempertanyakan penggantian peralihan itu dengan uang sesuai Undang-undang (UU) yang baru. Menurut dia, penggantian itu tidak sepadan antara luas lahan hutan yang dipakai dengan besaran jumlah uang pengganti tersebut.
Dedi menilai besaran nominal pengganti yang ada saat ini angkanya sangat rendah dibanding hilangnya sebuah kawasan hutan. Dia juga mengimbau pemerintah tidak lagi memberikan kompensasi kepada orang-orang yang sejak awal tidak memiliki niat baik terkait pemanfaatan lahan kawasan hutan.
Baca:
Hanya 8% Petani Pelaku Usaha Hutan Punya Akses ke Pasar
Dedi menyampaikan bahwa secara administratif perhutanan sosial tujuan dasarnya berkaitan dengan aspek-aspek yang bersifat keadilan sosial, di mana masyarakat yang tinggal di sekitar hutan harus mendapatkan manfaat dari hutan tersebut dalam bentuk redistribusi tanah. "Secara administratifnya baik, tetapi dari sisi aspek teknis pelaksanaannya KLHK tidak memiliki cukup orang untuk melakukan pengawasan di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengatakan sampai dengan Agustus 2021 realisasi perhutanan sosial telah mencapai 4.721.389,78 hektare, yang terdiri dari 7.212 unit.
"Sampai dengan 10 Agustus 2021 telah direalisasi 4,721 juta hektare bagi kurang lebih 1,03 juta kepala keluarga dengan 7.212 kelompok," kata Menteri LHK Siti Nurbaya dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI yang dipantau secara virtual dari Jakarta, Kamis, 26 Agustus 2021.
Rincian dari capaian tersebut, adalah hutan desa seluas 1.869.661,36 hektare, hutan kemasyarakatan 834.706,05 hektare, hutan tanaman rakyat 349.981,58 hektare, kemitraan kehutanan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK) 481.229,56 hektare, dan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) 35.613,23 hektare.
Jumlah itu, termasuk juga hutan ada seluas 1.150.198 hektare, dengan rincian yang telah ditetapkan 59.443 hektare dan masuk dalam indikatif hutan adat 1.090.755 hektare.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(JMS)