medcom.id, Jakarta: Partai Amanat Nasional (PAN) telah menentukan arah politiknya ke depan. Di bawah pimpinan Zulkifli Hasan, partai berlambang matahari ini dengan tegas menyatakan diri keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Namun, langkah tersebut tak berarti PAN langsung merapat ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH). PAN memilih untuk menjadi partai penyeimbang.
"Itu saja (penyeimbang). Jangan ditambah, jangan dikurangi lagi," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Selain itu, PAN juga memilih untuk keluar dari kegaduhan di DPR, dengan tidak mendukung wacana hak angket yang digulirkan KMP. Zulkifli berharap agar PAN dapat menjadi bagian untuk memberikan solusi alternatif yang tidak membuat kegaduhan.
Posisi sebagai partai penyeimbang terlebih dulu digagas oleh Partai Demokrat. Partai yang diketuai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memilih berada di luar koalisi yang ada. Saat pemilu lalu, Partai berlambang bintang mercy ini tidak secara resmi menyatakan diri mendukung salah satu pasangan calon presiden atau wakil presiden.
"Begini, Demokrat dari dulu tidak masuk KMP dan KIH, kami di luar. Istilah kami, penyeimbang. Ada yang katakan '(kami)bunglon', salah besar," tegas SBY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 11 Desember 2014.
SBY mengatakan dengan tidak berada di satu di antara dua kubu koalisi, bukan berarti Demokrat tidak berprinsip. Menjadi penyeimbang merupakan sebuah posisi.
Presiden ke-6 RI itu mencontohkan posisi Indonesia sewaktu perang dingin terjadi. Saat itu Indonesia berada di posisi tengah walau muncul blok barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok timur yang dipimpin Uni Soviet.
"Jadi kami meski tidak masuk ke dua koalisi, akan tetap partisipatif sambil mendengarkan keinginan rakyat. Mari bermitra dengan baik, ada KMP, KIH, ada pemerintah, ada presiden. Alangkah bagusnya politik seperti itu," jelas SBY.
Hanya beberapa kader Demokrat saja yang terlihat mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Bahkan hingga saat ini Demokrat masih menunjukkan konsistensinya berada sebagai partai penyeimbang dengan tidak masuk ke dalam 'arena' wacana hak angket untuk Menkumham Yasonna.
medcom.id, Jakarta: Partai Amanat Nasional (PAN) telah menentukan arah politiknya ke depan. Di bawah pimpinan Zulkifli Hasan, partai berlambang matahari ini dengan tegas menyatakan diri keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP).
Namun, langkah tersebut tak berarti PAN langsung merapat ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH). PAN memilih untuk menjadi partai penyeimbang.
"Itu saja (penyeimbang). Jangan ditambah, jangan dikurangi lagi," kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/3/2015).
Selain itu, PAN juga memilih untuk keluar dari kegaduhan di DPR, dengan tidak mendukung wacana hak angket yang digulirkan KMP.
Zulkifli berharap agar PAN dapat menjadi bagian untuk memberikan solusi alternatif yang tidak membuat kegaduhan.
Posisi sebagai partai penyeimbang terlebih dulu digagas oleh Partai Demokrat. Partai yang diketuai oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memilih berada di luar koalisi yang ada. Saat pemilu lalu, Partai berlambang bintang mercy ini tidak secara resmi menyatakan diri mendukung salah satu pasangan calon presiden atau wakil presiden.
"Begini, Demokrat dari dulu tidak masuk KMP dan KIH, kami di luar. Istilah kami, penyeimbang. Ada yang katakan '(kami)bunglon', salah besar," tegas SBY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis 11 Desember 2014.
SBY mengatakan dengan tidak berada di satu di antara dua kubu koalisi, bukan berarti Demokrat tidak berprinsip. Menjadi penyeimbang merupakan sebuah posisi.
Presiden ke-6 RI itu mencontohkan posisi Indonesia sewaktu perang dingin terjadi. Saat itu Indonesia berada di posisi tengah walau muncul blok barat yang dipimpin Amerika Serikat dan blok timur yang dipimpin Uni Soviet.
"Jadi kami meski tidak masuk ke dua koalisi, akan tetap partisipatif sambil mendengarkan keinginan rakyat. Mari bermitra dengan baik, ada KMP, KIH, ada pemerintah, ada presiden. Alangkah bagusnya politik seperti itu," jelas SBY.
Hanya beberapa kader Demokrat saja yang terlihat mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden. Bahkan hingga saat ini Demokrat masih menunjukkan konsistensinya berada sebagai partai penyeimbang dengan tidak masuk ke dalam 'arena' wacana hak angket untuk Menkumham Yasonna.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)