Jakarta: Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) jadi bukti rendahnya dukungan afirmasi perempuan di parlemen. PKPU dimaksud terkait teknis penghitungan persyaratan 30 persen bakal calon perempuan di satu daerah pemilihan (dapil).
"Aturan KPU itu tidak sejalan dengan semangat para perempuan yang hingga saat ini berupaya untuk meningkatkan keterwakilannya di parlemen," ucap Lestari dalam keterangan tertulis, Minggu, 7 Mei 2023.
Menurut Lestari, ketentuan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota, berpotensi membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) di bawah 30 persen. Sebab, aturan itu mengatur soal pembulatan desimal ke bawah, dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu dapil.
Rerie mengungkapkan pasal tersebut menjelaskan teknis penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil jika menghasilkan angka pecahan. Bila hasil penghitungan menghasilkan dua desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan itu dilakukan pembulatan ke bawah. Jika nilainya 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
"Dengan PKPU yang tidak tegas mensyaratkan batas minimal jumlah bakal calon legislatif perempuan, maka upaya sejumlah pihak untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen akan kendor," tegasnya.
Rerie mengatakan upaya pengkaderan dan mencari calon anggota legislatif perempuan hingga saat ini menghadapi berbagai kendala dan terbilang sulit. Peraturan KPU sebelumnya, kata dia, lebih tegas mensyaratkan batas minimal 30 persen bakal calon legislatif perempuan kepada partai politik peserta pemilu.
Ketegasan aturan itu bisa memaksa semua pihak untuk lebih gigih melakukan pendidikan politik kepada perempuan dan memaksa partai politik untuk berupaya memenuhi kuota pencalegan perempuan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu juga berpendapat, PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang secara tegas mengamanatkan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Rerie menilai regulasi teranyar itu menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan di parlemen oleh penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
Jakarta: Wakil Ketua MPR
Lestari Moerdijat menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) jadi bukti rendahnya dukungan afirmasi perempuan di parlemen. PKPU dimaksud terkait teknis penghitungan persyaratan 30 persen bakal calon perempuan di satu daerah pemilihan (dapil).
"Aturan KPU itu tidak sejalan dengan semangat para perempuan yang hingga saat ini berupaya untuk meningkatkan keterwakilannya di parlemen," ucap Lestari dalam keterangan tertulis, Minggu, 7 Mei 2023.
Menurut Lestari, ketentuan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota, berpotensi membuat keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg) di bawah 30 persen. Sebab, aturan itu mengatur soal pembulatan desimal ke bawah, dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu dapil.
Rerie mengungkapkan pasal tersebut menjelaskan teknis penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil jika menghasilkan angka pecahan. Bila hasil penghitungan menghasilkan dua desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan itu dilakukan pembulatan ke bawah. Jika nilainya 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
"Dengan PKPU yang tidak tegas mensyaratkan batas minimal jumlah bakal calon legislatif perempuan, maka upaya sejumlah pihak untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen akan kendor," tegasnya.
Rerie mengatakan upaya pengkaderan dan mencari calon anggota legislatif perempuan hingga saat ini menghadapi berbagai kendala dan terbilang sulit. Peraturan
KPU sebelumnya, kata dia, lebih tegas mensyaratkan batas minimal 30 persen bakal calon legislatif perempuan kepada partai politik peserta pemilu.
Ketegasan aturan itu bisa memaksa semua pihak untuk lebih gigih melakukan pendidikan politik kepada perempuan dan memaksa partai politik untuk berupaya memenuhi kuota pencalegan perempuan.
Anggota Majelis Tinggi
Partai NasDem itu juga berpendapat, PKPU Nomor 10 Tahun 2023 itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 245 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang secara tegas mengamanatkan bahwa daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. Rerie menilai regulasi teranyar itu menunjukkan rendahnya komitmen keterwakilan perempuan di parlemen oleh penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)