Jakarta: Anggaran Dasar/Anggara Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat disoroti pengamat dari Indo Barometer, M Qodari. Dia menilai, AD/ART hasil hongres Demokrat 2020 minim demokrasi di internal partai.
Hal itu memicu sejumlah kader menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, 5 Maret 2021 lalu. Qodari justru melihat ada tanda brutalitas politik di AD/ART Demokrat 2020.
"Saya kira memang menarik AD/ART 2020 ini, karena KLB misalnya itu bisa dilaksanakan atau setidaknya didukung 2/3 DPD (Dewan Pimpinan Daerah), separuh DPC (Dewan Pimpinan Cabang), tapi harus disetujui ketua majelis tinggi, padahal dalam kongres majelis tinggi suaranya hanya sembilan, DPD 68, lalu DPC 514," kata Qodari, Sabtu 13 Maret 2021.
"Jadi yang berkuasa itu sesungguhnya siapa? Apa pemilik suara, atau mayoritas suara, atau ketua majelis tinggi? Kalau pak Bambang Widjojanto melihat ada brutalitas demokrasi atau fenomena yang namanya brutalitas demokrasi, jangan-jangan brutalitas demokrasi terjadi di dalam AD/ART Demokrat tahun 2020," lanjutnya.
Dia juga menilai ada perbedaan kekuasaan antara ketua umum di Partai Demokrat dengan ketua majelis tinggi di Partai Demokrat dalam AD/ART 2020 tersebut. Dia beranggapan ketua majelis tinggi memiliki kewenangan yang lebih tinggi.
"Kongres memilih ketua umum seharusnya yang memiliki kekuasaan terbesar adalah ketua umum, karena katakan dia yang mendapat mandat dari peserta kongres, tapi kalau kita lihat penjabarannya saya merasa wewenang majelis tinggi lebih banyak, lebih besar dan lebih strategis dari ketua umum," ungkapnya.
"Menariknya ketua majelis tinggi tidak dipilih oleh kongres 2020 karena di AD/ART itu ditulis bahwa ketua majelis tinggi merupakan ketua umum periode 2015 dan 2020 yang kita ketaui adalah Pak SBY," sambung Qodari.
Atas dasar itulah, dia menyimpulkan AD/ART 2020 Partai Demokrat menunjukan minimnya demokrasi di dalam internal Partai Demokrat.
"Jadi sebetulnya kalau bicara mengenai demokrasi ya, dan di dalam partai, maka saya melihat demokrasi di dalam partai Demokrat sebagaimana tercermain AD/ART 2020 ini sangat minimal," pungkasnya.
Jakarta: Anggaran Dasar/Anggara Rumah Tangga (AD/ART)
Partai Demokrat disoroti pengamat dari Indo Barometer, M Qodari. Dia menilai, AD/ART hasil hongres Demokrat 2020 minim demokrasi di internal partai.
Hal itu memicu sejumlah kader menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara, 5 Maret 2021 lalu. Qodari justru melihat ada tanda brutalitas politik di AD/ART Demokrat 2020.
"Saya kira memang menarik AD/ART 2020 ini, karena KLB misalnya itu bisa dilaksanakan atau setidaknya didukung 2/3 DPD (Dewan Pimpinan Daerah), separuh DPC (Dewan Pimpinan Cabang), tapi harus disetujui ketua majelis tinggi, padahal dalam kongres majelis tinggi suaranya hanya sembilan, DPD 68, lalu DPC 514," kata Qodari, Sabtu 13 Maret 2021.
"Jadi yang berkuasa itu sesungguhnya siapa? Apa pemilik suara, atau mayoritas suara, atau ketua majelis tinggi? Kalau pak Bambang Widjojanto melihat ada brutalitas demokrasi atau fenomena yang namanya brutalitas demokrasi, jangan-jangan brutalitas demokrasi terjadi di dalam AD/ART Demokrat tahun 2020," lanjutnya.
Dia juga menilai ada perbedaan kekuasaan antara ketua umum di Partai Demokrat dengan ketua majelis tinggi di Partai Demokrat dalam AD/ART 2020 tersebut. Dia beranggapan ketua majelis tinggi memiliki kewenangan yang lebih tinggi.
"Kongres memilih ketua umum seharusnya yang memiliki kekuasaan terbesar adalah ketua umum, karena katakan dia yang mendapat mandat dari peserta kongres, tapi kalau kita lihat penjabarannya saya merasa wewenang majelis tinggi lebih banyak, lebih besar dan lebih strategis dari ketua umum," ungkapnya.
"Menariknya ketua majelis tinggi tidak dipilih oleh kongres 2020 karena di AD/ART itu ditulis bahwa ketua majelis tinggi merupakan ketua umum periode 2015 dan 2020 yang kita ketaui adalah Pak SBY," sambung Qodari.
Atas dasar itulah, dia menyimpulkan AD/ART 2020 Partai Demokrat menunjukan minimnya demokrasi di dalam internal Partai Demokrat.
"Jadi sebetulnya kalau bicara mengenai demokrasi ya, dan di dalam partai, maka saya melihat demokrasi di dalam partai Demokrat sebagaimana tercermain AD/ART 2020 ini sangat minimal," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)