Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin. Foto: Ismar Patrizki/Antara.
Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin. Foto: Ismar Patrizki/Antara.

Konflik DPD Berlanjut ke PTUN

Media Indonesia • 05 Mei 2017 07:00
medcom.id, Jakarta: Pimpinan DPD periode 2014-2019 mengajukan surat ke Mahkamah Agung (MA) untuk menganulir pengambilan sumpah pimpinan DPD baru. Surat telah disampaikan oleh Irmanputra Sidin selaku kuasa hukum  pada 7 April lalu.
 
Irman menerangkan, berdasarkan Undang-Undang Administrasi Pemerintah, jika dalam 10 hari tidak ada jawaban dari MA maka dapat berlanjut untuk dimintakan penetapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, hingga tenggat 25 April belum ada jawaban dari MA, sehingga kini kewenangan beralih ke PTUN. Sidang pertama dijadwalkan berlangsung Senin 8 Mei 2017.
 
"Paling lambat 8 Juni PTUN akan mengeluarkan putusan. Ini cara terbaik, Ketua MA nanti tinggal melaksanakan perintah pengadilan," tutur Irman kepada Media Indonesia, Kamis 4 Mei 2017.

Irman menilai, tindakan pengambilan sumpah oleh Suwardi hanya langkah administratif. Sementara, putusan MA yang membatalkan Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2017 yang memangkas masa jabatan pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun, merupakan produk hukum yang harus dihormati.
 
Ia melanjutkan, langkah administratif lebih mudah dianulir, sedangkan jika putusan MA tidak dilaksanakan, kewibawaan putusan MA berikutnya akan runtuh. Untuk itu, Irman menekankan, ada dua poin yang tengah diperjuangkan di PTUN.
 
Pertama, upaya menyelamatkan kewibawaan MA, dan kedua, mencegah kasus 'kudeta' di DPD menjadi inspirasi hingga di masa mendatang bahkan bisa menimbulkan dualisme presiden.
 
Kubu pimpinan lama juga mengajukan gugatan uji materi ke MA atas dua tata tertib yang dihasilkan kepemimpinan yang baru. Irman menyebut, kedua produk hukum itu dianggap tidak sah karena diperoleh dari rapat yang dipimpin oleh ketua dan wakil ketua yang catat hukum.
 
Kubu pimpinan lama DPD berharap, persoalan cacat hukum kepemimpinan di DPD dapat segera dituntaskan. Sebab, pertaruhannya bukan sekadar kepentingan DPD, tetapi juga untuk penegakan hukum dan menghindarkan lembaga-lembaga tinggi negara tertular kasus serupa.
 
Senator Farouk Muhammad mengemukakan hal tersebut ketika berkunjung ke kantor Media Group, Kedoaya Selatan, Jakarta, Kamis 4 Mei 2017. Farouk datang bersama GKR Ratu Hemas dan kuasa hukum Irmanputra Sidin.
 
"Ini persoalan reformasi yang sudah kita perjuangkan, nilai-nilai demokrasi yang harus kita junjung, persoalan simbol penegakan hukum. Tidak hanya DPD. Nilai-nilai demokrasi telah dihantam dengan kekerasan," kata Farouk.
 
Menurut Farouk, bila dibiarkan begitu saja, kasus yang menimbulkan kepemimpinan tidak sah di DPD sangat mungkin akan terjadi di lembaga tinggi negara yang lainnya. Kondisi tersebut membahayakan bagi bangsa.
 
Pada awal April, Suwardi tetap mengambil sumpah Oesman Sapta Odang sebagai ketua DPD kendati MA telah mengeluarkan putusan uji materi yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib. Pengambilan sumpah tersebut memberikan legitimasi kepada Oesman, Nono Sampono, dan Damayanti Lubis untuk menjalankan fungsi dan kewenangan sebagai pimpinan DPD.
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan