Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) menanggapi sinis wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Wacana yang pertama kali dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dianggap untuk menutupi tergerusnya demokrasi di Indonesia.
"Kalau beliau serius mau melakukan revisi UU ITE, itu hanya pengecilan masalah tergerusnya demokrasi Indonesia," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jumat, 19 Februari 2021.
Dia mengatakan demokrasi Indonesia semakin tergerus dalam beberapa tahun terakhir. Seperti 2020, muncul penolakan keras dari masyarakat terhadap pembahasan dan pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Dia menyebut ada beberapa pola yang digunakan untuk menghalangi upaya masyarakat menyampaikan protes melalui unjuk rasa. Di antaranya, memanfaatkan instansi pendidikan untuk menghalangi mahasiswa dan pelajar ikut berdemo.
"Melalui pendidikan dalam bentuk ancaman pemutusan beasiswa mahasiswa yang ikut berdemonstrasi, edaran dinas pendidikan melarang demo, intimidasi sekolah atau kampus," ungkap dia.
Baca: Menkominfo: Pasal 27 Ayat (3) dan 28 Ayat (2) UU ITE Sesuai Konstitusi
Pola selanjutnya menghalangi demonstrasi dengan alasan pencegahan penyebaran covid-19. Asfinawati menyampaikan tidak ada temuan klaster penyebaran covid-19 melalui kegiatan unjuk rasa.
"Padahal kita tahu, yang sudah terbukti adalah klaster perkantoran. Tapi tidak ada ancaman kepada menteri BUMN yang mengeluarkan SE (surat edaran) agar kembali bekerja," sebut dia.
Pola lain yang digunakan untuk menghambat demonstrasi, yaitu framing pedemo sebagai perusuh. Seperti yang terjadi di Bali, beredar poster ajakan kekerasan saat berdemonstrasi.
"Saat kita tanya ini siapa yang bikin, dia (LBH Bali) kaget, kita enggak tahu ini dan enggak mungkin LBH menyarankan kekerasan melalui poster," ujar dia.
Suramnya demokrasi Indonesia juga disampaikan Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wiji Wijayanto. Menurut rilis Economist Intelligence Units (EIU) 2020, kualitas demokrasi Indonesia mengalami penurunan.
"Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran parah sejak 14 tahun terakhir," kata Wiji.
Berdasarkan laporan EIU, Indeks Demokrasi 2020 Indonesia berada di peringkat 64 secara global. Skor indeks demokrasi Indonesia yaitu 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies).
Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI) menanggapi sinis wacana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (
ITE). Wacana yang pertama kali dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu dianggap untuk menutupi tergerusnya
demokrasi di Indonesia.
"Kalau beliau serius mau melakukan revisi UU ITE, itu hanya pengecilan masalah tergerusnya demokrasi Indonesia," kata Ketua YLBHI Asfinawati dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jumat, 19 Februari 2021.
Dia mengatakan demokrasi Indonesia semakin tergerus dalam beberapa tahun terakhir. Seperti 2020, muncul penolakan keras dari masyarakat terhadap pembahasan dan pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Dia menyebut ada beberapa pola yang digunakan untuk menghalangi upaya masyarakat menyampaikan protes melalui unjuk rasa. Di antaranya, memanfaatkan instansi pendidikan untuk menghalangi mahasiswa dan pelajar ikut berdemo.
"Melalui pendidikan dalam bentuk ancaman pemutusan beasiswa mahasiswa yang ikut berdemonstrasi, edaran dinas pendidikan melarang demo, intimidasi sekolah atau kampus," ungkap dia.
Baca: Menkominfo: Pasal 27 Ayat (3) dan 28 Ayat (2) UU ITE Sesuai Konstitusi
Pola selanjutnya menghalangi demonstrasi dengan alasan pencegahan penyebaran covid-19. Asfinawati menyampaikan tidak ada temuan klaster penyebaran covid-19 melalui kegiatan unjuk rasa.
"Padahal kita tahu, yang sudah terbukti adalah klaster perkantoran. Tapi tidak ada ancaman kepada menteri BUMN yang mengeluarkan SE (surat edaran) agar kembali bekerja," sebut dia.
Pola lain yang digunakan untuk menghambat demonstrasi, yaitu
framing pedemo sebagai perusuh. Seperti yang terjadi di Bali, beredar poster ajakan kekerasan saat berdemonstrasi.
"Saat kita tanya ini siapa yang bikin, dia (LBH Bali) kaget, kita enggak tahu ini dan enggak mungkin LBH menyarankan kekerasan melalui poster," ujar dia.
Suramnya demokrasi Indonesia juga disampaikan Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wiji Wijayanto. Menurut rilis Economist Intelligence Units (EIU) 2020, kualitas demokrasi Indonesia mengalami penurunan.
"Demokrasi Indonesia mengalami kemunduran parah sejak 14 tahun terakhir," kata Wiji.
Berdasarkan laporan EIU, Indeks Demokrasi 2020 Indonesia berada di peringkat 64 secara global. Skor indeks demokrasi Indonesia yaitu 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (
flawed democracies).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)