Jakarta: Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), Senin, 2 November 2020. Namun, masih ditemukan salah ketik dalam undang-undang setebal 1.187 halaman itu.
Kesalahan itu terdapat pada BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Usaha. Pasal 6 berbunyi, 'Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi, penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan penyederhanaan persyaratan investasi'.
Penelusuran Medcom.id, tidak ada Pasal 5 ayat (1) huruf a. Hanya ada Pasal 5 yang berbunyi, 'Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait'.
Belum ada tanggapan dari pihak Istana Kepresidenan maupun Menteri Sekretariat Negara Pratikno terkait kesalahan ini. Padahal, beberapa waktu lalu Pratikno menyebut naskah Undang-Undang Ciptaker sudah melalui proses penyuntingan.
(Baca: Jokowi Teken UU Cipta Kerja)
Naskah omnibus law juga sempat menuai polemik lantaran jumlah halaman bertambah dari 812 halaman menjadi 1.187 halaman. Pratikno mengatakan bertambahnya jumlah halaman disebabkan perbedaan margin, kesalahan tulis, penyesuaian format, dan perbaikan font tulisan.
"Namun, substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam pesan tertulis, Jakarta, Kamis, 22 Oktober 2020.
Pratikno mengatakan setiap naskah selalu disunting sebelum dikirim ke Presiden. Ia mengaku proses perbaikan sudah diketahui DPR.
"Sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan. Setiap item perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain lain, semuanya dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg (Supratman Andi)," jelas Pratikno.
Jakarta:
Presiden Joko Widodo mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Ciptaker), Senin, 2 November 2020. Namun, masih ditemukan salah ketik dalam undang-undang setebal 1.187 halaman itu.
Kesalahan itu terdapat pada BAB III tentang Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Usaha. Pasal 6 berbunyi, '
Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi, penerapan perizinan berusaha berbasis risiko, penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha, penyederhanaan perizinan berusaha sektor, dan penyederhanaan persyaratan investasi'.
Penelusuran
Medcom.id, tidak ada Pasal 5 ayat (1) huruf a. Hanya ada Pasal 5 yang berbunyi, '
Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait'.
Belum ada tanggapan dari pihak Istana Kepresidenan maupun Menteri Sekretariat Negara Pratikno terkait kesalahan ini. Padahal, beberapa waktu lalu Pratikno menyebut naskah Undang-Undang Ciptaker sudah melalui proses penyuntingan.
(Baca:
Jokowi Teken UU Cipta Kerja)
Naskah
omnibus law juga sempat menuai polemik lantaran jumlah halaman bertambah dari 812 halaman menjadi 1.187 halaman. Pratikno mengatakan bertambahnya jumlah halaman disebabkan perbedaan margin, kesalahan tulis, penyesuaian format, dan perbaikan font tulisan.
"Namun, substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam pesan tertulis, Jakarta, Kamis, 22 Oktober 2020.
Pratikno mengatakan setiap naskah selalu disunting sebelum dikirim ke Presiden. Ia mengaku proses perbaikan sudah diketahui DPR.
"Sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan formating dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan. Setiap item perbaikan teknis yang dilakukan, seperti typo dan lain lain, semuanya dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Baleg (Supratman Andi)," jelas Pratikno.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)