Jakarta: Pemberian hak atas tanah (HAT) di wilayah perairan laut maupun pesisir dinilai tidak sesuai dengan prinsip hukum. Sebab, sumber daya yang ada di wilayah itu merupakan sumber daya bersama sehingga tidak bisa dibagi dalam batas-batas area tertentu kepada individu.
"Di samping aspek karakteristik fisik ruang laut yang sifat pemanfaatannya tidak dapat diberikan batas-batas sebagaimana dilakukan di ruang darat, pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut juga harus mengikuti prinsip-prinsip hukum, baik yang berasal dari sumber hukum nasional maupun internasional," kata Pakar Hukum Lingkungan dan Tata Ruang dari Universitas Padjadjaran, Maret Priyanta, di Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Dalam hukum internasional, kata dia, berlaku prinsip functional jurisdictions yang menempatkan perbedaan antara pengaturan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dengan pemanfaatan sumber daya di darat. Prinsip hukum ini menegaskan pemberian legalitas pemanfaatan secara fungsional (functional jurisdiction) tidak sama dengan pemberian legalitas pemilikan atas suatu sumber daya, khusus berkaitan dengan sumber daya laut atau ruang laut.
Maret menyebut sumber daya laut dan pesisirnya merupakan common property resources yang artinya tidak bisa dikuasai maupun dimiliki oleh siapa pun. Hal ini untuk menjamin kelestarian sumber daya laut maupun pesisir yang ada untuk kepentingan bersama. Secara fisik, ekosistem laut dan pesisir merupakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Laut menjadi ruang bagi sumber daya bersama yang sifatnya menjadi hak bagi semua orang. Dengan sumber daya yang sama, penggunaan berlebihan akan mengurangi bagian yang digunakan oleh pihak lain, baik secara fisik maupun secara fungsi," ucap dia.
Menurut dia, fungsi dan kualitas lingkungan yang menurun akibat pemanfaatan sumber daya yang eksploitatif mengakibatkan menurunnya sumber daya laut dan pesisir. Dalam jangka panjang mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem yang berujung kepada berbagai risiko yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebagai common property resource, pemberian hak atas tanah di ruang laut seharusnya diatur melalui mekanisme perizinan yang diselenggarakan pemerintahan di bidang kelautan, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bukan melalui pemberian hak milik yang bersifat absolut dan tertinggi dalam hukum agraria nasional Indonesia.
Penguasaan hak atas tanah di ruang laut juga memerlukan sejumlah restrictions sesuai sistem administrasi pertanahan yang terdiri atas rights, restrictions, responsibilites. Konsep pengaturan ini kaitannya untuk masyarakat adat, masyarakat tradisional, masyarakat lokal di wilayah pesisir dan laut setempat.
Baca: Hadi Tjahjanto Diminta Selesaikan Permasalahan Sertifikat hingga Tanah IKN
Sehingga, tidak menimbulkan implikasi terhadap kemungkinan terjadinya privatisasi pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir bagi kepentingan sekelompok golongan tertentu. Menurut dia, pemberiaan HAT ruang laut dan pesisir dapat menyebabkan konflik sosial dan menimbulkan kerugian negara karena beralihnya sumber daya yang ada di ruang laut dan pesisir ke tangan pemegang HAT.
"Tidak sedikit perizinan berusaha saat ini yang terkendala karena penguasaan dari pihak lain yang justru diberikan legalitasnya oleh negara di ruang laut melalui penerbitan hak atas tanah. Tidak sedikit juga konflik terjadi antar pemegang HAT dengan masyarakat asli yang lahannya digusur dan dikalahkan oleh pemegang HAT," tegas dia.
Jakarta: Pemberian
hak atas tanah (HAT) di wilayah perairan laut maupun pesisir dinilai tidak sesuai dengan prinsip hukum. Sebab, sumber daya yang ada di wilayah itu merupakan sumber daya bersama sehingga tidak bisa dibagi dalam
batas-batas area tertentu kepada individu.
"Di samping aspek karakteristik fisik ruang laut yang sifat pemanfaatannya tidak dapat diberikan batas-batas sebagaimana dilakukan di ruang darat, pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut juga harus mengikuti prinsip-prinsip hukum, baik yang berasal dari sumber hukum nasional maupun internasional," kata Pakar Hukum Lingkungan dan Tata Ruang dari Universitas Padjadjaran, Maret Priyanta, di Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Dalam hukum internasional, kata dia, berlaku prinsip
functional jurisdictions yang menempatkan perbedaan antara pengaturan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dengan pemanfaatan sumber daya di darat. Prinsip hukum ini menegaskan pemberian legalitas pemanfaatan secara fungsional (
functional jurisdiction) tidak sama dengan pemberian legalitas pemilikan atas suatu sumber daya, khusus berkaitan dengan sumber daya laut atau ruang laut.
Maret menyebut sumber daya laut dan pesisirnya merupakan
common property resources yang artinya tidak bisa dikuasai maupun dimiliki oleh siapa pun. Hal ini untuk menjamin kelestarian sumber daya laut maupun pesisir yang ada untuk kepentingan bersama. Secara fisik, ekosistem laut dan pesisir merupakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Laut menjadi ruang bagi sumber daya bersama yang sifatnya menjadi hak bagi semua orang. Dengan sumber daya yang sama, penggunaan berlebihan akan mengurangi bagian yang digunakan oleh pihak lain, baik secara fisik maupun secara fungsi," ucap dia.
Menurut dia, fungsi dan kualitas lingkungan yang menurun akibat pemanfaatan sumber daya yang eksploitatif mengakibatkan menurunnya sumber daya laut dan pesisir. Dalam jangka panjang mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem yang berujung kepada berbagai risiko yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebagai
common property resource, pemberian hak atas tanah di ruang laut seharusnya diatur melalui mekanisme perizinan yang diselenggarakan pemerintahan di bidang kelautan, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bukan melalui pemberian hak milik yang bersifat absolut dan tertinggi dalam hukum agraria nasional Indonesia.
Penguasaan hak atas tanah di ruang laut juga memerlukan sejumlah
restrictions sesuai sistem administrasi pertanahan yang terdiri atas
rights,
restrictions, responsibilites. Konsep pengaturan ini kaitannya untuk masyarakat adat, masyarakat tradisional, masyarakat lokal di wilayah pesisir dan laut setempat.
Baca:
Hadi Tjahjanto Diminta Selesaikan Permasalahan Sertifikat hingga Tanah IKN
Sehingga, tidak menimbulkan implikasi terhadap kemungkinan terjadinya privatisasi pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir bagi kepentingan sekelompok golongan tertentu. Menurut dia, pemberiaan HAT ruang laut dan pesisir dapat menyebabkan konflik sosial dan menimbulkan kerugian negara karena beralihnya sumber daya yang ada di ruang laut dan pesisir ke tangan pemegang HAT.
"Tidak sedikit perizinan berusaha saat ini yang terkendala karena penguasaan dari pihak lain yang justru diberikan legalitasnya oleh negara di ruang laut melalui penerbitan hak atas tanah. Tidak sedikit juga konflik terjadi antar pemegang HAT dengan masyarakat asli yang lahannya digusur dan dikalahkan oleh pemegang HAT," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)