Jakarta: Keberadaan klausul Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok (sembako) dan pendidikan dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dikritik. Sebab, kebijakan tersebut dinilai membebani masyarakat.
"Jangan sampai kita mencoba untuk menggali potensi (pajak) itu menjadi beban sehingga ekonomi nggak bergerak," kata Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Juni 2021.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) itu memaklumi jika pemerintah tengah berupaya meningkatkan pemasukan. Apalagi, pandemi covid-19 berdampak besar terhadap penerimaan negara.
Menurut dia, banyak potensi lain yang bisa dikejar selain memajaki sembako dan pendidikan. Di antaranya, sektor ekonomi digital.
Dia menyebut pemanfaatan pajak pada sektor ekonomi digital belum maksimal. Sebab, belum ada payung hukum setingkat Undang-undang (UU) memajaki ekonomi digital.
Baca: Dirjen Pajak Beberkan Alasan Memajaki Sembako hingga Jasa Pendidikan
Dia menyampaikan pemajakan sektor ekonomi digital baru sebatas peraturan menteri. Yakni, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020.
"Kalau lewat UU pasti kuat. Potensi lain nanti bisa dikerjakan oleh pemerintah," kata dia.
Selain itu, dia cukup menyayangkan bocornya draf revisi UU KUP. Hal itu menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat.
PKB pun menginisiasi diskusi bertemakan 'Perluasan Basis Pajak di Era Pandemi'. Diskusi tersebut diharap mampu memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kesimpangsiuran draf revisi UU KUP.
"Biar ini (PPN terhadap sembako dan pendidikan) tidak berkepanjangan menjadi polemik dan mengganggu stabilitas," ujar dia.
Jakarta: Keberadaan klausul
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sembilan bahan pokok (sembako) dan pendidikan dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dikritik. Sebab, kebijakan tersebut dinilai membebani masyarakat.
"Jangan sampai kita mencoba untuk menggali potensi (pajak) itu menjadi beban sehingga ekonomi nggak bergerak," kata Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Cucun Ahmad Syamsurijal di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Juni 2021.
Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) itu memaklumi jika pemerintah tengah berupaya meningkatkan pemasukan. Apalagi,
pandemi covid-19 berdampak besar terhadap penerimaan negara.
Menurut dia, banyak potensi lain yang bisa dikejar selain memajaki sembako dan pendidikan. Di antaranya, sektor ekonomi digital.
Dia menyebut pemanfaatan pajak pada sektor ekonomi digital belum maksimal. Sebab, belum ada payung hukum setingkat Undang-undang (UU) memajaki ekonomi digital.
Baca:
Dirjen Pajak Beberkan Alasan Memajaki Sembako hingga Jasa Pendidikan
Dia menyampaikan pemajakan sektor ekonomi digital baru sebatas peraturan menteri. Yakni, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020.
"Kalau lewat UU pasti kuat. Potensi lain nanti bisa dikerjakan oleh pemerintah," kata dia.
Selain itu, dia cukup menyayangkan bocornya draf revisi
UU KUP. Hal itu menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat.
PKB pun menginisiasi diskusi bertemakan 'Perluasan Basis Pajak di Era Pandemi'. Diskusi tersebut diharap mampu memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kesimpangsiuran draf revisi UU KUP.
"Biar ini (PPN terhadap sembako dan pendidikan) tidak berkepanjangan menjadi polemik dan mengganggu stabilitas," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)