Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai sebagai jalan masuk era baru. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut sudah cukup 17 tahun regulasi tentang KPK dibiarkan.
"UU lama hanya meninggikan ego dan dendam semata. Pelembagaan sistem yang kedap korupsi gagal diciptakan, besar berita namun kecil hasil," kata Fahri di Jakarta, Jumat, 13 September 2019.
Fahri menilai keputusan Presiden Jokowi sudah tepat. DPR juga telah lama membahas revisi UU KPK ini. Lagipula, ini bukan kali pertama UU KPK direvisi. Fahri mengatakan UU KPK pernah direvisi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009.
Juga ketika 2015 Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) memberi perubahan pada UU tersebut.
"Perubahan mendadak itu akibat kekosongan pimpinan akibat kasus hukum Bibit-Chandra di 2009 dan Abraham-Bambang Widjojanto tahun 2015. Semua itu konflik antara lembaga negara yang tidak pernah berhenti sampai sekarang, lalu perlu keluar tanda kedaruratan," kata dia.
Sejak 2015, Fahri menyebut DPR bersama pemerintah telah membahas dan mendesain format UU KPK yang ideal. Saat ini, rumusan itu dalam tahap pematangan antara legislatif dan eksekutif.
Fahri membantah omong kosong korupsi semakin sulit diberantas. Sebab, Fahri melihat sistem yang bermasalah.
"Terlalu banyak permainan liar, pencari popularitas pribadi, tunjuk jago, tepuk dada yang akhirnya lemah dan lumpuh sendiri lalu cengeng menyalahkan pihak lain," kata dia.
Fahri memuji Jokowi yang ikut turun tangan dalam revisi UU KPK. Ia menilai momentum ini tepat untuk memimpin orkestra pemberantasan korupsi.
Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai sebagai jalan masuk era baru. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyebut sudah cukup 17 tahun regulasi tentang KPK dibiarkan.
"UU lama hanya meninggikan ego dan dendam semata. Pelembagaan sistem yang kedap korupsi gagal diciptakan, besar berita namun kecil hasil," kata Fahri di Jakarta, Jumat, 13 September 2019.
Fahri menilai keputusan Presiden Jokowi sudah tepat. DPR juga telah lama membahas revisi UU KPK ini. Lagipula, ini bukan kali pertama UU KPK direvisi. Fahri mengatakan UU KPK pernah direvisi saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009.
Juga ketika 2015 Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) memberi perubahan pada UU tersebut.
"Perubahan mendadak itu akibat kekosongan pimpinan akibat kasus hukum Bibit-Chandra di 2009 dan Abraham-Bambang Widjojanto tahun 2015. Semua itu konflik antara lembaga negara yang tidak pernah berhenti sampai sekarang, lalu perlu keluar tanda kedaruratan," kata dia.
Sejak 2015, Fahri menyebut DPR bersama pemerintah telah membahas dan mendesain format UU KPK yang ideal. Saat ini, rumusan itu dalam tahap pematangan antara legislatif dan eksekutif.
Fahri membantah omong kosong korupsi semakin sulit diberantas. Sebab, Fahri melihat sistem yang bermasalah.
"Terlalu banyak permainan liar, pencari popularitas pribadi, tunjuk jago, tepuk dada yang akhirnya lemah dan lumpuh sendiri lalu cengeng menyalahkan pihak lain," kata dia.
Fahri memuji Jokowi yang ikut turun tangan dalam revisi UU KPK. Ia menilai momentum ini tepat untuk memimpin orkestra pemberantasan korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DRI)