medcom.id, Jakarta: Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta dua pihak yang berpolemik terkait isu penyadapan menahan diri. Isu penyadapan bukanlah barang aneh dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Prabowo menegaskan, penyadapan bukan sesuatu yang diharamkan. Tapi, semua harus sesuai koridor hukum dan Pancasila.
"Mengabdi. Kita bekerja dengan niat untuk bangsa dan kita tidak melanggar hukum disadap juga nggak apa-apa. Iya kan," kata Prabowo usai HUT ke-9 Partai Gerindra di kantor DPP Partai Gerindra, Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).
Menurut dia, saat ini penyadapan sesuatu yang sulit dihindari. Terlebih yang melakukan adalah otoritas resmi, seperti pemerintah. Bahkan semua negara pun melakukan penyadapan.
"Kita kalau bicara yang benar ya nggak apa-apa, saya tau kalau saya juga disadap," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengingatkan isu penyadapan jangan dijadikan sarana untuk menimbulkan konflik baru. Masyarakat diminta tidak terlalu tegang menghadapi isu ini.
"Condong masyarakat kita ini selalu mau menghardik teman sendiri, menghardik bangsa sendiri. Untuk apa sih, kita ini semua kan satu, marilah kita sama-sama, berkuasa itu ada saatnya naik ada saatnya turun," kata dia.
Polemik penyadapan bermula dari kasus sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama beberapa pekan lalu.
Dalam persidangan, Ahok dan kuasa hukum meragukan objektivitas Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Ma'ruf Amin dalam mengeluarkan sikap keagamaan terkait ucapannya soal surat Al Maidah ayat 51. Kubu Ahok juga mempertanyakan hubungan Ma'ruf dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Ahok menyebut Ma'ruf bertemu dengan pasangan kepada daerah DKI Jakarta nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni pada 7 Oktober 2016 yang diusung SBY. Ahok juga menyasar posisi Ma'ruf yang sempat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) era SBY.
"Saya juga keberatan tapi itu hak saksi, setelah dibuktikan meralat 7 Oktober ketemu paslon nomor satu dan jelas menutupi riwayat hidup pernah jadi wantimpres SBY, dan tanggal 6 Oktober pukul 10.16 WIB ada bukti minta pertemukan saudara dengan Agus-Sylvi. Saudara sudah tidak pantas jadi saksi karena tidak objektif dan mengarah dukungan pada paslon satu," kata Ahok dalam persidangan, Selasa, 31 Januari 2017.
SBY pun mempertanyakan rekaman yang dimiliki kubu Ahok tentang pembicaraannya dengan Ketua MUI Ma`Ruf Amin. SBY menyebut rekaman itu ilegal.
Menurut SBY, jika benar rekaman penyadapan itu ada, pelakunya melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia mengungkapkan, sesuai Pasal 31 UU 11 Tahun 2008, seseorang yang tidak memiliki kewenangan `menguping` dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp800 juta.
“Konstitusi kita melarang penyadapan ilegal. Saya mohon, kalau pembicaraan saya dengan Ma`ruf Amin disadap, saya harap polisi, jaksa, dan pengadilan menegakkan hukum sesuai UU ITE,” ujar SBY, Rabu, 1 Februari 2017.
medcom.id, Jakarta: Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto meminta dua pihak yang berpolemik terkait isu penyadapan menahan diri. Isu penyadapan bukanlah barang aneh dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Prabowo menegaskan, penyadapan bukan sesuatu yang diharamkan. Tapi, semua harus sesuai koridor hukum dan Pancasila.
"Mengabdi. Kita bekerja dengan niat untuk bangsa dan kita tidak melanggar hukum disadap juga nggak apa-apa. Iya kan," kata Prabowo usai HUT ke-9 Partai Gerindra di kantor DPP Partai Gerindra, Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Senin (6/2/2017).
Menurut dia, saat ini penyadapan sesuatu yang sulit dihindari. Terlebih yang melakukan adalah otoritas resmi, seperti pemerintah. Bahkan semua negara pun melakukan penyadapan.
"Kita kalau bicara yang benar ya nggak apa-apa, saya tau kalau saya juga disadap," ujarnya.
Di sisi lain, ia mengingatkan isu penyadapan jangan dijadikan sarana untuk menimbulkan konflik baru. Masyarakat diminta tidak terlalu tegang menghadapi isu ini.
"Condong masyarakat kita ini selalu mau menghardik teman sendiri, menghardik bangsa sendiri. Untuk apa sih, kita ini semua kan satu, marilah kita sama-sama, berkuasa itu ada saatnya naik ada saatnya turun," kata dia.
Polemik penyadapan bermula dari kasus sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama beberapa pekan lalu.
Dalam persidangan, Ahok dan kuasa hukum meragukan objektivitas Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Ma'ruf Amin dalam mengeluarkan sikap keagamaan terkait ucapannya soal surat Al Maidah ayat 51. Kubu Ahok juga mempertanyakan hubungan Ma'ruf dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Ahok menyebut Ma'ruf bertemu dengan pasangan kepada daerah DKI Jakarta nomor urut satu Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni pada 7 Oktober 2016 yang diusung SBY. Ahok juga menyasar posisi Ma'ruf yang sempat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) era SBY.
"Saya juga keberatan tapi itu hak saksi, setelah dibuktikan meralat 7 Oktober ketemu paslon nomor satu dan jelas menutupi riwayat hidup pernah jadi wantimpres SBY, dan tanggal 6 Oktober pukul 10.16 WIB ada bukti minta pertemukan saudara dengan Agus-Sylvi. Saudara sudah tidak pantas jadi saksi karena tidak objektif dan mengarah dukungan pada paslon satu," kata Ahok dalam persidangan, Selasa, 31 Januari 2017.
SBY pun mempertanyakan rekaman yang dimiliki kubu Ahok tentang pembicaraannya dengan Ketua MUI Ma`Ruf Amin. SBY menyebut rekaman itu ilegal.
Menurut SBY, jika benar rekaman penyadapan itu ada, pelakunya melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia mengungkapkan, sesuai Pasal 31 UU 11 Tahun 2008, seseorang yang tidak memiliki kewenangan `menguping` dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp800 juta.
“Konstitusi kita melarang penyadapan ilegal. Saya mohon, kalau pembicaraan saya dengan Ma`ruf Amin disadap, saya harap polisi, jaksa, dan pengadilan menegakkan hukum sesuai UU ITE,” ujar SBY, Rabu, 1 Februari 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)