medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo menginstruksikan beberapa kementerian untuk menangani kasus kejahatan seksual yang kian mengkhawatirkan. Pemerintah mendorong DPR untuk menuntaskan Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden sudah menginstruksikan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menangani kasus kejahatan seksual yang kerap menimpa anak-anak.
"Kalau ini dibiarkan dan hukum tidak tegas, orang atau kelompok masyarakat akan mempunyai keberanian melakukan tindakan itu," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).
Menurut Pramono, perlu dirumuskan hukuman terberat untuk pelaku kejahatan seksual. Salah satu sanksi berat yang bisa diterapkan adalah hukuman kebiri. "Agar kekerasan seksual pada anak bisa tertangani dengan lebih baik dan serius," ujarnya.
Komunitas Gerakan Peduli Anak Indonesia. Foto: MI/Susanto
Pemerintah mendukung undang-undang kejahatan seksual menjadi prioritas prolegnas di DPR. Sebab, Pemerintah tak bisa berjalan sendiri dalam mengeluarkan produk undang-undang.
Dorongan pemberian hukuman berat, termasuk hukuman kebiri, kembali mengemuka setelah pemerkosaan dan pembunuhan remaja 14 tahun asal Bengkulu. YY diperkosa 14 orang dan dibunuh kemudian dibuang ke jurang.
Kasus ini mendapat perhatian publik secara nasional maupun internasional. Banyak pihak meminta pelaku diberi hukuman maksimal. Sayangnya, tujuh pelaku masih di bawah umur. Mereka dituntut 10 tahun penjara.
Beberapa pihak menyesalkan rendahnya hukuman itu. Namun dari perspektif perjuangan perlindungan anak, hukuman itu di luar batas maksimal yang hanya tujuh tahun.
Hukuman kebiri menjadi salah satu opsi. Pemerintah diminta segera menerbitkan Perppu Kebiri agar memberi efek jera. Hingga saat ini, baik Perppu maupun UU soal kejahatan seksual belum terwujud.
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo menginstruksikan beberapa kementerian untuk menangani kasus kejahatan seksual yang kian mengkhawatirkan. Pemerintah mendorong DPR untuk menuntaskan Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden sudah menginstruksikan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk menangani kasus kejahatan seksual yang kerap menimpa anak-anak.
"Kalau ini dibiarkan dan hukum tidak tegas, orang atau kelompok masyarakat akan mempunyai keberanian melakukan tindakan itu," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (9/5/2016).
Menurut Pramono, perlu dirumuskan hukuman terberat untuk pelaku kejahatan seksual. Salah satu sanksi berat yang bisa diterapkan adalah hukuman kebiri. "Agar kekerasan seksual pada anak bisa tertangani dengan lebih baik dan serius," ujarnya.
Komunitas Gerakan Peduli Anak Indonesia. Foto: MI/Susanto
Pemerintah mendukung undang-undang kejahatan seksual menjadi prioritas prolegnas di DPR. Sebab, Pemerintah tak bisa berjalan sendiri dalam mengeluarkan produk undang-undang.
Dorongan pemberian hukuman berat, termasuk hukuman kebiri, kembali mengemuka setelah pemerkosaan dan pembunuhan remaja 14 tahun asal Bengkulu. YY diperkosa 14 orang dan dibunuh kemudian dibuang ke jurang.
Kasus ini mendapat perhatian publik secara nasional maupun internasional. Banyak pihak meminta pelaku diberi hukuman maksimal. Sayangnya, tujuh pelaku masih di bawah umur. Mereka dituntut 10 tahun penjara.
Beberapa pihak menyesalkan rendahnya hukuman itu. Namun dari perspektif perjuangan perlindungan anak, hukuman itu di luar batas maksimal yang hanya tujuh tahun.
Hukuman kebiri menjadi salah satu opsi. Pemerintah diminta segera menerbitkan Perppu Kebiri agar memberi efek jera. Hingga saat ini, baik Perppu maupun UU soal kejahatan seksual belum terwujud
. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)