Wakil Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Luar Negeri, Imam Pituduh. MI/Abdillah M Marzuki
Wakil Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Luar Negeri, Imam Pituduh. MI/Abdillah M Marzuki

Pemberitaan Muslim Uighur Dinilai Banyak Propaganda

Achmad Zulfikar Fazli • 04 Juli 2021 15:34
Jakarta: Wakil Sekertaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Luar Negeri, Imam Pituduh, menilai pemberitaan tentang muslim Uighur yang tersebar di Indonesia lebih banyak propaganda ketimbang fakta. Selama berkunjung ke Tiongkok, Imam melihat banyak makam tokoh Islam yang sangat terawat dan masjid berusia ratusan tahun terjaga baik.
 
"Apa yang ada di muslim Uighur tidak serta merta dianggap penindasan, saya berkunjung ke pedesaan dan kehidupan mereka sangat makmur, dan saya juga berinteraksi secara bebas di sana, termasuk melaksanakan salat Jumat,” ujar Imam dalam seminar nasional yang disiarkan secara virtual, Minggu, 4 Juli 2021.
 
Pengamat politik Internasional Novi Basuki menjelaskan Tiongkok saat ini sangat berbeda dengan era Mao. Dalam banyak dokumen, Tiongkok di era Mao bermusuhan dengan agama.

Namun, Novi menilai Tiongkok sekarang membebekan warganya dalam memilih agama. Termasuk, menjamin kebebasan untuk masyarakat yang tidak ingin beragama.
 
“Ini bahkan lebih progresif daripada Indonesia,” ungkap Novi yang pernah mengenyam pendidikan S1 sampai S3 di Tiongkok itu.
 
Menurut Novi, pemberitaan tentang kekerasan muslim Uighur terlalu dibesar-besarkan kelompok ekstrem kanan. Kabar di Uighur tidak ada persoalan juga dinilai pernyataan yang dibesar-besarkan kelompok ekstrem kiri.
 
Menurut Novi, persoalan yang dihadapi muslim Uighur adalah separatisme, terorisme, dan nasionalisme. Masalah ini yang membuat Tiongkok mengeluarkan sejumlah program.
 
Ada tiga model yang dicetuskan pemerintah Tiongkok, yakni, cara militeristik, kesejahteraan sosial, dan akomodatif. Namun, Novi menilai cara militeristik dan kesejahteraan sosial sudah gagal. Cara yang dianggap berhasil adalah akomodatif.
 
Baca: Tiongkok Tuding G7 Manipulasi Politik Terkait HAM di Xinjiang dan Hong Kong
 
Novi menemukan fakta baru kali ini pemerintah Tiongkok memberikan libur saat hari besar umat Islam, seperti Idulfitri. Pemerintah Tiongkok sebelumnya tak pernah memberikan jatah libur untuk hari besar agama apa pun.
 
“Jadi situasi dan kondisi di China saat ini sudah sangat berubah,” ungkap Novi.
 
Sementara itu, wartawan senior yang bertugas di Tiongkok, Irfan Ilmie mengatakan masyarakat Indonesia melihat Negeri Tirai Bambu bergantung dengan konstruksi awalnya. Jika konstruksi awal sudah negatif, Tiongkok akan tetap dilihat dari sisi buruknya. Tetapi kalau melihat dengan lebih netral atau konstruktif, hasilnya akan berbeda.
 
Persoalannya saat ini, lanjut Ilmie, Tiongkok dikenal sebagai negara komunis. Sedangkan, komunis disebut sebagai antiagama. “Inilah yang terjadi, makanya jika ada berita kekerasan muslim Uighur, konstruksi negatif ini langsung menerimanya,” ungkap Irfan.
 
Kandidat doktor hubungan internasional Ahmad Syaefuddin Zuhri mengatakan berita propaganda kekerasan muslim Uighur lebih banyak diproduksi media-media barat. “Ini kelanjutan dari perang dagang Amerika dan China,” ungkap Zuhri.
 
Dalam seminar tersebut, salah seorang peserta Munir, menyampaikan kabar kekerasan muslim Uighur telah mendorong kelompoknya untuk melakukan aksi teror demi kepentingan Tiongkok di Indonesia. Munir merupakan eks teroris yang pernah membantu muslim Uighur masuk ke Indonesia sebagai foreign terrorist fighter (FTF).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan