medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta membenahi kinerja Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) M Nasir. Sebab kinerja kementerian ini dianggap mencederai Nawacita.
"Banyak perguruan tinggi menjerit karena dana riset belum mengucur. Juga banyak mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri tidak mampu membayar uang kuliah hingga terancam drop out karena beasiswa pemerintah belum turun," kata anggota Komisi X DPR RI Jefirstson Riwu Kore dalam keterangan tertulis, Kamis (7/1/2016).
Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), penyaluran beasiswa, dan akreditasi, juga menambah daftar panjang yang muncul akibat rendahnya penyerapan anggaran di Kemenristek dan Dikti.
Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI awal Desember 2015, Kementeristek dan Dikti Muhammad Nasir menyatakan, daya serap per akhir November 2015 baru 62 persen. Artinya baru Rp27,3 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp44 triliun.
Saat itu Kemenristek dan Dikti yakin akhir tahun 2015 penyerapan anggaran akan melampaui 85,5 persen. Artinya, selama Desember 2015 mereka menyerap anggaran hingga Rp10,2 triliun.
"Apa mereka paham rendahnya dan lambatnya penyerapan itu akan berdampak langsung kepada kualitas pendidikan tinggi dan riset di Indonesia? Kami akan tagih janji mereka pada raker Januari ini,” terang pimpinan Komisi X DPR RI Nuroji.
Nuroji mengatakan, di awal pemerintahan Jokowi-JK, riset dan teknologi (ristek) dan pendidikan tinggi (dikti) digabungkan dalam satu kementerian. Tujuannya antara lain agar publikasi penelitian meningkat dan sinergi antara perguruan tinggi dan dunia kerja terjalin erat. Ujung-ujungnya akan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di Indonesia.
Menurut Nuroji, tujuan itu tampaknya hanya angan-angan belaka. Pasalnya, sepanjang tahun 2015 Kemenristek dan Dikti nyaris minim prestasi. Para wakil rakyat di Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan berulangkali mengeritik rendahnya daya serap anggaran mereka. Hal ini akan berdampak pada rendahnya peningkatan mutu pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Presiden Joko Widodo diminta membenahi kinerja Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek dan Dikti) M Nasir. Sebab kinerja kementerian ini dianggap mencederai Nawacita.
"Banyak perguruan tinggi menjerit karena dana riset belum mengucur. Juga banyak mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri tidak mampu membayar uang kuliah hingga terancam
drop out karena beasiswa pemerintah belum turun," kata anggota Komisi X DPR RI Jefirstson Riwu Kore dalam keterangan tertulis, Kamis (7/1/2016).
Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), penyaluran beasiswa, dan akreditasi, juga menambah daftar panjang yang muncul akibat rendahnya penyerapan anggaran di Kemenristek dan Dikti.
Dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI awal Desember 2015, Kementeristek dan Dikti Muhammad Nasir menyatakan, daya serap per akhir November 2015 baru 62 persen. Artinya baru Rp27,3 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp44 triliun.
Saat itu Kemenristek dan Dikti yakin akhir tahun 2015 penyerapan anggaran akan melampaui 85,5 persen. Artinya, selama Desember 2015 mereka menyerap anggaran hingga Rp10,2 triliun.
"Apa mereka paham rendahnya dan lambatnya penyerapan itu akan berdampak langsung kepada kualitas pendidikan tinggi dan riset di Indonesia? Kami akan tagih janji mereka pada raker Januari ini,” terang pimpinan Komisi X DPR RI Nuroji.
Nuroji mengatakan, di awal pemerintahan Jokowi-JK, riset dan teknologi (ristek) dan pendidikan tinggi (dikti) digabungkan dalam satu kementerian. Tujuannya antara lain agar publikasi penelitian meningkat dan sinergi antara perguruan tinggi dan dunia kerja terjalin erat. Ujung-ujungnya akan meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di Indonesia.
Menurut Nuroji, tujuan itu tampaknya hanya angan-angan belaka. Pasalnya, sepanjang tahun 2015 Kemenristek dan Dikti nyaris minim prestasi. Para wakil rakyat di Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan berulangkali mengeritik rendahnya daya serap anggaran mereka. Hal ini akan berdampak pada rendahnya peningkatan mutu pendidikan tinggi dan riset di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)