medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Djayadi Hanan menilai terdapat dua resiko jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Pertama soal perdebatan di kalangan pakar hukum dan ketiadaan dukungan politik dari DPR untuk kebijakan lima tahun mendatang.
Djayadi menjelaskan, ahli hukum terbelah menjadi dua kelompok yang sama kuat. Kelompok pertama mengatakan, tidak ada komplikasi hukum dalam pembatalan pelantikan Budi Gunawan. Sementara, kelompok lainnya menegaskan, Presiden dapat dinilai melanggar dan mencoreng konstitusi.
"Kedua, risiko kalau presiden tidak melantik, mungkin tidak akan didukung DPR. Meskipun, setelah pertemuan dengan Prabowo, KMP akan mendukung apapun keputusan presiden. Tapi, masih ada tanda tanya yang dimaksud apapun keputusan presiden itu, apa terserah presiden?," kata Djayadi dalam sebuah diskusi yang bertajuk "Simalakama Jokowi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, (14/2/2015).
Menurut dia, sistem ketatanegaraan akan semakin runyam. DPR akan menggunakan senjata pamungkas berupa hak interpelasi dan pengajuan hak angket, jika Presiden membatalkan secara sepihak pelantikan tersebut. Ia pun meminta Presiden Jokowi mengukur kekuatan untuk menghadapi risiko-risiko ini.
Tapi, Djayadi juga punya solusi bila Jokowi tak jadi melantik Budi Gunawan. Presiden masih dapat lolos dan selamat dari penilaian pelanggaran konstitusi sekelompok pakar hukum. Jokowi perlu memastikan dukungan politik yang penuh, khususnya dari para penghuni Senayan.
"Kalau presiden merasa mampu, tidak apa-apa. Karena, persoalan impeachment tidak hanya persoalan hukum, tapi juga politik," terang Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting ini.
medcom.id, Jakarta: Pengamat Politik Djayadi Hanan menilai terdapat dua resiko jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri. Pertama soal perdebatan di kalangan pakar hukum dan ketiadaan dukungan politik dari DPR untuk kebijakan lima tahun mendatang.
Djayadi menjelaskan, ahli hukum terbelah menjadi dua kelompok yang sama kuat. Kelompok pertama mengatakan, tidak ada komplikasi hukum dalam pembatalan pelantikan Budi Gunawan. Sementara, kelompok lainnya menegaskan, Presiden dapat dinilai melanggar dan mencoreng konstitusi.
"Kedua, risiko kalau presiden tidak melantik, mungkin tidak akan didukung DPR. Meskipun, setelah pertemuan dengan Prabowo, KMP akan mendukung apapun keputusan presiden. Tapi, masih ada tanda tanya yang dimaksud apapun keputusan presiden itu, apa terserah presiden?," kata Djayadi dalam sebuah diskusi yang bertajuk "Simalakama Jokowi" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, (14/2/2015).
Menurut dia, sistem ketatanegaraan akan semakin runyam. DPR akan menggunakan senjata pamungkas berupa hak interpelasi dan pengajuan hak angket, jika Presiden membatalkan secara sepihak pelantikan tersebut. Ia pun meminta Presiden Jokowi mengukur kekuatan untuk menghadapi risiko-risiko ini.
Tapi, Djayadi juga punya solusi bila Jokowi tak jadi melantik Budi Gunawan. Presiden masih dapat lolos dan selamat dari penilaian pelanggaran konstitusi sekelompok pakar hukum. Jokowi perlu memastikan dukungan politik yang penuh, khususnya dari para penghuni Senayan.
"Kalau presiden merasa mampu, tidak apa-apa. Karena, persoalan
impeachment tidak hanya persoalan hukum, tapi juga politik," terang Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)