medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku memiliki dua alat bukti yang menjadikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. Menurut pengamat hukum Maqdir Ismail, dua alat bukti tersebut, hingga sekarang, tidak pernah ada kejelasan. Dia meminta KPK mengungkapkan itu.
"Secara hukum, bukti permulaan cukup untuk menetapkan orang sebagai tersangka itu apa?" kata Maqdir dalam diskusi publik yang bertajuk 'Membedah Kepentingan Politik, Kriminalisasi Hukum Dibalik Tameng Pemberantasan Korupsi oleh KPK, di Dapur Selera, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (18/1/2015).
Maqdir juga mempertanyakan perihal pencekalan Budi Gunawan dan anaknya untuk bepergian ke luar negeri. Menurut dia, dirinya tidak melihat dua orang tersebut berpotensi melarikan diri ke luar negeri. Lagi-lagi dia meminta kejelasan dua alat bukti, terkait pencekalan tersebut.
Senada dengan Maqdir, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengatakan dari analisa pihaknya, dua alat bukti atau data menjadikan Budi sebagai tersangka, baru didapatkan dua hari sebelum pengumuman luas kepada publik. Neta menuntut pembentukan tim khusus atau investigasi guna meneliti dua alat bukti yang dimiliki KPK.
"Kita meneliti dua alat bukti itu, ada atau tidak. Atau presiden minta bentuk komite kode etik dari semua komponen penegakan hukum," ujar dia.
Lain halnya dengan Kisman Latumakulita. Dia meminta sejumlah tokoh independen untuk duduk bersama, meneliti dua alat bukti yang dimiliki KPK. "Segera bikin tim investigasi, yang anggotanya seperti Buya Syafii'i Maarif, Bagir Manan dan Jimly Ashiddiqie," ujar dia.
Kisman menduga kuat, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, merupakan pengaruh dominan oleh Asing. Terlebih tahun ini, Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Propoganda adu domba ini, akan dinikmati oleh asing, karena Indonesia tidak siap. Kondisi dalam negeri tengah diobok-obok oleh asing.
"Ada kepentingan asing yang dominan dalam penetapan budi gunawan sebagai tersangka. Apalagi MEA yang sekarang kita hadapi," tutur dia.
Sebelumnya, Budi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi atas transaksi mencurigakan. KPK menjerat Budi dengan Pasal 12a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku memiliki dua alat bukti yang menjadikan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. Menurut pengamat hukum Maqdir Ismail, dua alat bukti tersebut, hingga sekarang, tidak pernah ada kejelasan. Dia meminta KPK mengungkapkan itu.
"Secara hukum, bukti permulaan cukup untuk menetapkan orang sebagai tersangka itu apa?" kata Maqdir dalam diskusi publik yang bertajuk 'Membedah Kepentingan Politik, Kriminalisasi Hukum Dibalik Tameng Pemberantasan Korupsi oleh KPK, di Dapur Selera, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (18/1/2015).
Maqdir juga mempertanyakan perihal pencekalan Budi Gunawan dan anaknya untuk bepergian ke luar negeri. Menurut dia, dirinya tidak melihat dua orang tersebut berpotensi melarikan diri ke luar negeri. Lagi-lagi dia meminta kejelasan dua alat bukti, terkait pencekalan tersebut.
Senada dengan Maqdir, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengatakan dari analisa pihaknya, dua alat bukti atau data menjadikan Budi sebagai tersangka, baru didapatkan dua hari sebelum pengumuman luas kepada publik. Neta menuntut pembentukan tim khusus atau investigasi guna meneliti dua alat bukti yang dimiliki KPK.
"Kita meneliti dua alat bukti itu, ada atau tidak. Atau presiden minta bentuk komite kode etik dari semua komponen penegakan hukum," ujar dia.
Lain halnya dengan Kisman Latumakulita. Dia meminta sejumlah tokoh independen untuk duduk bersama, meneliti dua alat bukti yang dimiliki KPK. "Segera bikin tim investigasi, yang anggotanya seperti Buya Syafii'i Maarif, Bagir Manan dan Jimly Ashiddiqie," ujar dia.
Kisman menduga kuat, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, merupakan pengaruh dominan oleh Asing. Terlebih tahun ini, Indonesia memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015. Propoganda adu domba ini, akan dinikmati oleh asing, karena Indonesia tidak siap. Kondisi dalam negeri tengah diobok-obok oleh asing.
"Ada kepentingan asing yang dominan dalam penetapan budi gunawan sebagai tersangka. Apalagi MEA yang sekarang kita hadapi," tutur dia.
Sebelumnya, Budi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi atas transaksi mencurigakan. KPK menjerat Budi dengan Pasal 12a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(RRN)